Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan

 

Lembaga Masyarakat

Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah asing social institution. Akan tetapi hingga kini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang dengan tepat dapat menggambarkan isi social institution tersebut. Ada yang mempergunakan istilah pranata sosial tetapi social institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Pengertian lembaga lebih merujuk pada sesuatu bentuk sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Namun Disamping itu, kadang-kadang juga dipakai istilah lembaga sosial.

Pranata dan lembaga dapat dibedakan, di mana pranata adalah sistem norma atau aturan yang menyangkut suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus, sedangkan lembaga adalah badan yang melaksanakannya. Dari Pengertian tersebut dapat dengan mudah dibedakan antara pranata dan lembaga.

Istilah lembaga berasal dari kata institution yang merujuk pada pengertian tentang sesuatu yang telah mapan (established). Dalam pengertian sosiologi, lembaga dapat dilukiskan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Lembaga-lembaga pada mulanya terbentuk dari suatu kebiasaan yang dilakukan terus-menerus sampai menjadi adat istiadat kemudian berkembang menjadi tata kelakuan atau mores.

Kebiasaan dan tata kelakuan merupakan cara manusia bertingkah laku yang sudah mempunyai struktur dalam kehidupan masyarakat. Mayor Polak menyatakan bahwa lembaga atau social institution adalah suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menerjemahkan social institution sebagai lembaga kemasyarakatan. Kata lembaga dianggap tepat oleh karena merujuk pada suatu bentuk juga mengandung pengertian abstrak tentang adanya kaidah-kaidah. Lembaga itu mempunyai tujuan untuk mengatur agar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. Sumner menjelaskan bahwa lembaga itu melibatkan bukan saja pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi keperluan manusia, tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya. Kebutuhan itu antara lain mencari rezeki, prokreasi, atau melanjutkan jenis, memenuhi keperluan roh, dan menjaga ketertiban.

Dengan demikian, lembaga mencakup berbagai aspek, yaitu kebiasaan, tata kelakuan, norma atau kaidah hukum. Hal ini berarti, istilah lembaga merupakan kumpulan dari berbagai cara berperilaku (usage) yang diakui oleh anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial.

Menurut W. Hamilton, lembaga merupakan tata cara kehidupan kelompok yang apabila dilanggar akan dijatuhi pelbagai derajat sanksi.

 Lembaga Kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat tanpa mempedulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai tata kebudayaan bersahaja atau modern karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila di kelompok-kelompokkan terhimpun sebagai lembaga kemasyarakatan. Untuk memberikan suatu batasan, dapatlah dikatakan bahwa lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Wujud konkret lembaga kemasyarakatan tersebut adalah asosiasi atau association.

Sebagai contoh, universitas merupakan lembaga kemasyarakatan sedangkan Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, dan lain-lain merupakan contoh asosiasi. Beberapa sosiolog memberikan definisi lain, seperti Robert Mac Iver dan Charles H. Page mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakannya asosiasi. Leopold Von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.

 

Baca juga: Ruang Lingkup Hukum Tata Negara

 

Seorang sosiolog lain yaitu Sumner yang melihatnya dari sudut kebudayaan mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan cita-cita sikap dan perlengkapan kebudayaan yang bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Tujuannya adalah agar ada keteraturan dan integrasi dalam masyarakat. Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1)      Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.

2)      Menjaga keutuhan masyarakat.

3)      Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial atau social control, artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

Fungsi-fungsinya di atas menyatakan bahwa apabila seseorang mempelajari kebudayaan masyarakat tertentu maka harus diperhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.

Pergaulan hidup dalam masyarakat diatur oleh kaidah-kaidah dengan tujuan untuk mencapai tata tertib. Di dalam perkembangan selanjutnya, kaidah-kaidah tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok dari kehidupan manusia seperti kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan pencarian hidup, kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk menyatakan rasa keindahan, kebutuhan jasmaniah dari manusia dan lain sebagainya. Misalnya, kebutuhan kehidupan kekerabatan menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga batih, lamaran, perkawinan, perceraian, kewarisan dan lain sebagainya. Kebutuhan pencarian hidup menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pertanian, peternakan, koperasi, industri dan lain-lain. Kebutuhan akan pendidikan menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti taman kanak-kanak, pesantren, sekolah-sekolah dasar, sekolah-sekolah menengah, perguruan tinggi dan seterusnya. Kebutuhan-kebutuhan untuk menyatakan rasa keindahan menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti olahraga, kesusastraan, seni rupa, seni suara dan lain-lainnya.

Dari contoh-contoh di atas dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat karena setiap masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila di kelompok-kelompokkan menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian maka suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.

Tidak semua kaidah-kaidah merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan, kaidah-kaidah yang mengatur kebutuhan pokok saja yang merupakan lembaga kemasyarakatan. Artinya adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut harus mengalami proses pelembagaan atau institutionalization terlebih dahulu, yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu kaidah yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksudkan disini adalah agar kaidah-kaidah tadi diketahui, dimengerti, ditaati, dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari. Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, akan tetapi dapat berlangsung lebih jauh lagi, sehingga suatu kaidah tidak hanya membanggakan tetapi bahkan menjiwai dan mendarah daging  (internalized) pada warga masyarakat.

Masalah yang dapat timbul dari hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan hukum adalah pertama-tama, dapatkah hukum dianggap sebagai suatu lembaga kemasyarakatan? Dengan melihat bahwa hukum merupakan himpunan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mencapai satu kedamaian, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum diharapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketertiban dan ketentraman, yang merupakan salah satu kebutuhan pokok dari masyarakat. Hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan karena disamping sebagai gejala sosial atau das sein hukum juga mengandung unsur-unsur yang ideal atau das sollen. Apabila telah dicapai kesepakatan bahwa hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana hubungan hukum dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya?

Bermacam-macam lembaga kemasyarakatan antara lain disebabkan karena adanya klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut yang menurut Gillin dan Gillin sebagai berikut:

1)        Dari sudut perkembangannya dikenal adanya crescive institutions dan regulative institutions. Crescive institutions atau lembaga-lembaga utama merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dengan sendirinya tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Sebaliknya regulative institutions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tujuan tertentu, tetapi tetap masih didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disahkan oleh penguasa atau masyarakat yang bersangkutan.

2)        Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat timbul klasifikasi atas basic institution dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Sebaliknya, subsidiary institutions dianggap kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran apa yang dipakai untuk menentukan apakah suatu lembaga kemasyarakatan dianggap basic atau subsidiary berbeda pada masing-masing masyarakat dan ukuran-ukuran tersebut juga tergantung pada masyarakat yang hidup.

3)        Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan antara approved atau socially sanctioned institutions dengan unsanctioned institutions. Yang pertama merupakan lembaga-lembaga yang diterima oleh masyarakat, sedangkan yang kedua ditolak oleh masyarakat.

4)        Perbedaan antara general institutions dengan restricted istitutions terjadi apabila klasifikasi didasarkan pada faktor penyebarannya.

5)        Dari sudut fungsinya terdapat perbedaan antara operative institutions dengan regulative institution. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. Sedangkan yang kedua bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari lembaga itu sendiri.

Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai-nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dari pergaulan hidup masyarakat yang dianggap berada di atas lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Akan tetapi di dalam setiap masyarakat sedikit banyak akan dapat dijumpai pola-pola yang mengatur hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut. Sistem dari pola-pola tersebut lazimnya dinamakan institutional configuration. Sistem tadi dalam masyarakat yang masih homogen dan tradisional mempunyai kecenderungan untuk bersifat statis dan tetap. Lain halnya dengan masyarakat-masyarakat yang sudah kompleks dan terbuka bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial, sistem tersebut seringkali mengalami perubahan-perubahan. Hal itu disebabkan karena dengan masuknya hal-hal yang baru, masyarakat biasanya juga mempunyai anggapan-anggapan baru tentang kaidah-kaidah yang berkisar pada kebutuhan pokoknya.

Lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat mungkin merupakan lembaga kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang primer di dalam suatu masyarakat apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1)      Sumber dari hukum tersebut mempunyai wewenang atau authority dan berwibawa atau prestigeful.

2)      Hukum tadi jelas dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis.

3)      Penegak hukum dapat dijadikan teladan bagi faktor kepatuhan terhadap hukum.

4)      Diperhatikannya faktor pengendapan hukum di dalam jiwa pada warga masyarakat.

5)      Para penegak dan pelaksana hukum merasa dirinya terikat pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di dalam pola-pola perikelakuannya.

6)      Sanksi-sanksi yang positif maupun negatif dapat dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan hukum.

7)      Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan aturan hukum.

Apabila syarat-syarat tersebut dipenuhi maka tidak mustahil hukum akan berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.

 




Referensi

Mas, Marwan. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Cetakan 2. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sani, Abdul. 2012. Sosiologi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Soekanto, Soerjono. 1991. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum Cetakan ke-6. Jakarta: Rajawali.

________________. 2007. Sosiologi Suatu PengantarJakarta: Raja Grafindo Persada. Edisi Baru.

________________. 2014. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. Cetakan 23. Edisi 1.

Syarbaini, Syahrial dan Fatkhuri. 2016.  Teori Sosiologi Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.

 

Baca juga: Berlakunya Hukum Adat di Indonesia

 

 



Post a Comment

Previous Post Next Post