Ruang Lingkup Hukum Tata Negara

staatrech


Ruang Lingkup Hukum Tata Negara

Pendahuluan

Hukum tata negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu :

Di Belanda umumnya memakai istilah staatsrech yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrech in engere zin (dalam arti luas). Staatsrecht in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrecht in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.

Di Inggris pada umumnya memakai istilah Contitusional Law, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol. Di Perancis orang mempergunakan istilah Droit Constitutionnel yang dilawankan dengan Droit Administrative, di mana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht untuk Hukum Tata Negara dan Verwassungsrecht untuk Hukum Administrasi negara.

Penggunaan istilah ini selain dipengaruhi oleh kebiasaan dalam dunia akademik dan praktek, tetapi dipengaruhi pula oleh kondisi hukum positif di negara masing-masing. Lebih dari itu dipengaruhi pula oleh dasar-dasar serta nilai dan aspek filosofis dalam negara tersebut. Hal ini ada kaitannya pula dengan keragamannya perumusan definisi yang dirumuskan oleh para pakar yang terikat oleh kondisi masing-masing.

 

A.    Pengertian Hukum Tata Negara

Hukum Tata Negara berasal dari bahasa Belanda staatsrecht dalam bahasa Indonesia berarti hukum negara. Hukum negara dalam kepustakaan di Indonesia berarti menjadi Hukum Tata Negara. Dalam bahasa Inggris, Hukum Tata Negara dipergunakan istilah Constitutional Law, ini didasarkan pada Hukum Tata Negara sebagai unsur konstitusi yang lebih menonjol. Hukum Tata Negara dalam arti luas meliputi juga Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara (yang mencakup Hukum Tata Pemerintahan).

Berbicara Hukum Tata Negara, berarti membicarakan tentang organisasi suatu negara yang disusun berdasarkan hukum tata negara positif di negara yang bersangkutan. Untuk memahami perihal hukum tata negara positif di suatu negara digunakan Ilmu Hukum Tata Negara sebagai medianya. Sebagai sebuah disiplin, perlu kiranya untuk diketahui apa pengertian dari ilmu Hukum Tata Negara. Menurut Samidjo, Ilmu Hukum Tata Negara adalah ilmu yang mempelajari susunan atau tata suatu negara tertentu.

Telah diketahui pengertian Ilmu Hukum Tata Negara, lalu apa pengertian dari Hukum Tata Negara itu sendiri? Berikut ini beberapa pengertian Hukum Tata Negara menurut para ahli:

1.      Menurut Logemann: Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi-organisasi negara.

2.      Menurut Van Vallenhoven: Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), wewenang yang melekat pada jabatan tertentu, hierarki hukum ketatanegaraan, pembagian kekuasaan, dan tentang atasan bawahan pada otoritas pemerintahan yang sedang diselenggarakan oleh suatu negara dalam kaitannya dengan pemerintah pusat, daerah, maupun wewenang istimewa suatu pemerintahan daerah.

3.      Pengertian Hukum Tata Negara menurut Apeldoorn: Hukum Negara dalam arti sempit menunjukkan organisasi-organisasi yang memegang kekuasaan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya. Hukum Negara dalam arti luas meliputi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. 

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya.

 

B.     Asas-asas Hukum Tata Negara

1.      Asas Kedaulatan Rakyat

Asas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.

2.      Asas Negara Hukum

Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.

3.      Asas Pemisahan Kekuasaan

Berbicara tentang pembagian kekuasaan selalu dihubungkan dengan Montesquieu. Menurutnya, dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif di mana ketiga jenis kekuasaan itu mesti terpisah satu sama lainnya, baik mengenai alat tugas (functie) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang melakukannya. Menurut ajaran ini tidak dibenarkan adanya campur tangan atau pengaruh memengaruhi antara kekuasaan yang satu dengan yang lainnya. Masing-masing terpisah dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang berbeda-beda itu. Oleh karena itu, ajaran Montesquieu disebut ajaran pemisahan kekuasaan yang memiliki arti ketiga kekuasaan itu masing-masing harus terpisah baik lembaganya maupun orang yang menanganinya.

 

C.    Objek dan Hukum Tata Negara

Objek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara. Di mana negara dipandang dari sifatnya atau pengertiannya yang konkret. Artinya objeknya terikat pada tempat, keadaan dan waktu tertentu.

Ruang lingkup Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi, yaitu:

1.      Bentuk negara (kesatuan atau federasi)

2.      Bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik)

3.      Sistem pemerintahan (presidentil, parlementer, monarki absolut)

4.      Corak pemerintahan (diktator praktis, nasionalis, liberal, demokrasi)

5.      Sistem pendelegasian kekuasaan negara (desentralisasi, meliputi jumlah, dasar, cara, dan hubungan antara pusat dan daerah)

6.      Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana (peradilan, pemerintahan, perundangan)

7.      Wilayah negara (darat, laut, udara)

8.      Hubungan antara rakyat dengan negara (abdi negara, hak dan kewajiban rakyat sebagai perorangan/golongan, cara-cara pelaksanaan hak dan menjamin hak dan sebagainya)

9.      Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan (hak politik, sistem perwakilan, Pemilihan Umum, referendum, sistem kepartaian/penyampaian pendapat secara tertulis dan lisan)

10.  Dasar negara (seperti Pancasila, hubungan Pancasila dengan kaidah-kaidah hukum, hubungan Pancasila dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai paham yang ada dalam masyarakat)

11.  Ciri-ciri lahir dan kepribadian negara (lagu kebangsaan, bahasa nasional, lambang, bendera, dan sebagainya).

 

D.              Subjek Hukum Tata Negara

Subyek hukum adalah setiap yang memiliki hak dan kewajiban. Subyek hukum tata negara:

1.      Penguasa/ tokoh/ pejabat negara.

2.      Warga Negara

3.      Organisasi Negara


E.  Sumber Hukum Tata Negara

1.      Istilah Sumber Hukum

Istilah sumber hukum mempunyai arti yang bermacam-macam, tergantung dari sudut mana orang melihatnya. Bagi seorang ahli sejarah, sumber hukum mempunyai arti yang berbeda dari pendapat seorang ahli kemasyarakatan. Begitu pula sumber hukum menurut seorang ahli ekonomi tidak sama artinya dengan pendapat seorang ahli hukum. Istilah sumber hukum itu mempunyai banyak arti yang sering menimbulkan kesalahan-kesalahan, kecuali kalau diteliti dengan seksama mengenai arti tertentu yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan tertentu pula. Bahkan, Van Apeldoorn dalam bukunya "Inleiding tot de Studievan het Nederlandsrecht" menyatakan bahwa perkataan sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat dan formil.

2.      Sumber Hukum Materiil dan Formil

Sumber Hukum Tata Negara Indonesia terdiri atas:

a.       Sumber hukum formil yang terdiri dari:

1)     Undang-Undang.

2)     Kebiasaan (costum) dan adat.

3)     Perjanjian antara negara (traktat)

4)     Keputusan hakim (yurisprudensi)

5)     Pendapat ahli hukum terkemuka (doktrin)

b.        Sumber hukum materiil Indonesia yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian diikuti peraturan pelaksana di bawahnya, yaitu sebagai berikut.

1)        Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)

2)        Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

3)        Peraturan Pemerintah (PP)

4)        Keputusan Presiden (Kepres)

5)        Peraturan-peraturan lainnya

 

F.   Bentuk-Bentuk Negara

1.      Negara Kesatuan

Menurut C. F. Strong negara kesatuan adalah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat dan tidak pada pemerintahan daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan asas desentralisasi), tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap di tangan pemerintah pusat. Jadi, kedaulatannya baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar, sepenuhnya terletak pada pemerintahan pusat. Dengan demikian yang menjadi hakikat negara kesatuan ialah bahwa kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan kata lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain selain badan legislatif pusat. Jadi adanya kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri itu tidak berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan kekuasaan tertinggi masih tetap terletak di tangan pemerintah pusat.

2.      Negara Federal

Ada pendapat yang mengemukakan agak sukar merumuskan federalisme itu, karena ia merupakan bentuk pertengahan antara negara kesatuan dan konfederasi. Tetapi menurut C. F. Strong, salah satu ciri dari negara federal adalah bahwa ia mencoba menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya, dan kedaulatan negara bagian. Menurut K. C. Wheare dalam bukunya "Federal Goverment" prinsip federal ialah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam hubungan luar negeri dan soal mencetak uang, pemerintah federal terlepas dari campur tangan negara bagian, sedangkan dalam soal kebudayaan, kesehatan dan sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas dan tidak ada campur tangan dari pemerintah federal.

3.      Negara Konfederal

Selain federal, terdapat juga bentuk negara yang dinamakan dengan konfederal. Menurut Jellineuk, yang membedakan negara federal dan konfederasi terletak pada kedaulatannya. Pada negara konfederal, kedaulatan terletak pada negara-negara bagiannya, sedangkan pada negara federal, kedaulatan ada pada keseluruhannya, yaitu pada negara federal sendiri. Kelemahan dari pendapat ini terletak pada pengertian kedaulatan yang tidak mutlak disebabkan kedaulatan keluar itu dibatasi oleh hukum internasional dan ke dalam oleh hukum positif, sehingga membedakan negara federal dan negara konfederal dengan alat ukur kedaulatan tidak tepat, karena sifat alat pengukur yang tidak tetap itu. Dalam negara federal, pemerintah pusat federal dapat mempergunakan wewenangnya secara langsung terhadap setiap warga negaranya dalam negara-negara bagiannya, sedangkan wewenang ini tidak terdapat pada negara konfederal.

 

G.  Bentuk-Bentuk Pemerintahan

1.      Kerajaan/Monarki

Suatu negara disebut kerajaan/monarki apabila negara dikepalai oleh seorang raja yang menjadi seorang raja karena hak waris. Jika raja meninggal dunia maka jabatan kepala negara akan diwariskan pada keturunannya atau keluarga dari raja yang telah meninggal tersebut. Contoh negara yang menerapkan sistem kerajaan/monarki yaitu Saudi Arabia.

2.      Republik

Republik adalah suatu negara yang kepala negaranya bukan seorang raja tetapi kepala negaranya adalah seorang presiden yang dipilih, baik oleh suatu badan yang diberikan kekuasaan untuk hal tersebut, atau dipilih langsung oleh rakyatnya. Negara Indonesia adalah salah satu negara yang masuk ke dalam kategori negara republik.

 

Penutup

Hukum Tata Negara mengatur hubungan antara seluruh alat kelengkapan negara. dengan adanya pengaturan tersebut, suatu negara akan memperoleh kemudahan di dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Hal ini berlaku untuk  semua negara termasuk di Indonesia. Di Indonesia  sendiri, pengaturan mengenai alat-alat kelengkapan negara diatur sedemikian rupa di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya pengaturan tersebut, akan terjalin hubungan yang baik di antara alat kelengkapan negara di Indonesia. Alat kelengkapan negara tersebut di Indonesia meliputi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan sebagainya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik.  Selain itu, Hukum Tata Negara yang berlaku di Indonesia juga mengatur mengenai hak-hak warga negaranya, termasuk prosedur pengangkatan pemimpin.

 



Referensi

Budiarjo, Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik: Cetakan Ketiga Puluh. Jakarta: Gramedia.

Ismatullah, Dedi dan Beni Ahmad Saebani. 2009. Hukum Tata Negara, Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Koesnardi, M dan Harmaily Ibrahim. 1976. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta Pusat: PT. Sastra Hudaya.

Masriani, Yulies Tina. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Najih, Mokhamad & Soimin. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Setara Press

S, Bondan Gunawan. 2000. Indonesia Menggapai Demokrasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Surbakti, A. Ramlan. 1998. Reformasi Kekuasaan Presiden. Jakarta: Gramedia

http://rokhmanlutfi.blogspot.co.id/2014/09/bidang-lapangan-hukum-tata-negara.html diakses pada pukul 10:09 WIB pada tanggal 29 April 2017

 

 

1 Comments

Previous Post Next Post