Kearsipan Perkara di Pengadilan Agama
Pendahuluan
Berkas-berkas perkara yang ada di Pengadilan Agama adalah dokumen negara
yang tidak dapat diperjual belikan. Semua berkas perkara yang ada harus
disimpan dengan baik agar tidak hilang atau rusak. Oleh karena itu, berkas
perkara tersebut harus diarsipkan dengan berpedoman pada aturan-aturan yang
telah ditetapkan. Hal tersebut dilakukan sebagai antisipasi apabila berkas
perkara tersebut diperlukan lagi untuk berbagai kepentingan.
Pengarsipan berkas perkara dilakukan setelah minutasi dilakukan. Sebelum
itu, dari mulai penyelesaian perkara sejak diterima, diputuskan sampai
diminutasi harus selesai enam bulan. Perkara yang belum selesai dalam waktu 6
bulan, harus dilaporkan ke pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Berkas perkara
itu kemudian dibundel dan disusun berdasarkan kronologisnya. Masing-masing
kelompok disusun secara kronologis dan di lem secara rapih. Keseluruhannya
disatukan dalam satu bundel, dijahit dan diberi lak stempel.
Baca juga: Kekuasaan
Pengadilan Agama
Pengarsipan
Setelah berkas perkara diminutasi, petugas Meja III menyimpan berkas perkara
untuk keperluan arsip. Secara umum berkas perkara dapat dibedakan menjadi 2
(dua) jenis:
1) Arsip aktif
(masih berjalan) yaitu berkas perkara yang telah diputus dan diminutasi, tetapi
masih dalam proses banding, kasasi atau peninjauan kembali, dan masih
memerlukan penyelesaian akhir, termasuk perkara yang memerlukan eksekusi tetapi
belum ada permohonan eksekusi, demikian pula perkara cerai talak yang belum
dilakukan sidang penyaksian ikrar talak.
2) Arsip tidak
aktif (sudah final) yaitu berkas perkara yang putusannya telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan tidak memerlukan penyelesaian akhir.
Berkas berjalan harus mempunyai box dan daftar isi box. Berkas perkara yang
masih berjalan dikelola oleh Panitera Muda Gugatan/petugas yang bertanggung
jawab untuk itu, sedangkan arsip berkas perkara yang sudah tidak aktif
dipindahkan pengelolaannya pada Panitera Muda Hukum. Penataan berkas perkara
dan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yakni :
1) Tahap Kesatu
a. Pendataan dan
pemisahan arsip aktif dan tidak aktif.
b. Arsip berkas
perkara yang masih aktif disusun secara vertikal / horizontal sesuai dengan
situasi dan kondisi ruangan.
c. Penataan arsip
berkas perkara dimasukkan dalam box dengan diberikan catatan :
1. Nomor urut
box
2. Tahun perkara
3. Jenis
perkara
4. Nomor urut
perkara
2) Tahap
Kedua
a. Membuat daftar
isi yang ditempel dalam box
b. Arsip yang
telah disusun menurut jenis perkara, dipisahkan menurut klasifikasi perkaranya
dan disimpan dalam box tersendiri.
c. Menghimpun
salinan resmi putusan untuk dijilid sesuai klasifikasi masing-masing dan menyimpannya
di perpustakaan.
d. Memasukkan
berkas perkara dalam box, dan menyimpannya dalam rak / almari.
e. Membuat Daftar
Isi Rak (DIR) atau Daftar Isi Almari (DIL).
3) Tahap Ketiga
a. Memisahkan
berkas perkara yang sudah mencapai masa untuk dihapus (30 tahun).
b. Menyimpan arsip
berkas perkara yang memiliki nilai sejarah untuk dimasukkan dalam box untuk
disimpan dalam rak / almari tersendiri.
c. Menghapus arsip
berkas perkara yang telah memenuhi syarat penghapusan dengan membuat berita
acara yang ditandatangani oleh Panitera dan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah.
d. Melaporkan
penghapusan arsip tersebut kepada Mahkamah Agung dengan dilampiri berita acara
penghapusan.
e. Penyimpanan
dalam bentuk lain. Pengadilan juga dapat menyimpan berkas perkara dalam bentuk
lain, seperti pada pita magnetik, disket, atau media lainnya.
Penutup
Pengarsipan perkara merupakan salah satu tertib administrasi yang ada di Pengadilan
Agama. Tujuannya adalah untuk menyimpan
berkas-berkas perkara yang telah diputus
oleh Pengadilan Agama sebagai arsip. Pengarsipan juga dilakukan sebagai langkah
antisipatif apabila dalam waktu tertentu terdapat berkas-berkas perkara yang
diperlukan untuk kepentingan tertentu.
Teknis pengarsipan perkara di Pengadilan Agama dilakukan secara bertahap
setelah dilakukannya minutasi. Sebelum diarsipkan, perkara terleih dahulu
dibundel secara sitematis sesuai urutan kronologisnya. Adapun pengarsipannya
terdiri dari tiga tahap yang masing-masing tahap mempunyai urutannya lagi.
Dimulai dari pemilahan perkara yang masih aktif dan sudah tidak aktif sampai
terakhir disimpan dalam bentuk lain seperti disket, magnetik, atau media
lainnya.
Referensi
Harun, Ibrahim Ahmad. 2013. Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II. Jakarta: Mahakamah Agung
Republik Indonesia.
Baca juga: Nafkah
dan Hak-hak Anak dalam Hukum Perkawinan Islam