Pembuktian dalam ilmu hukum adalah suatu proses baik dalam acara perdata
maupun acara lainnya di mana dengan menggunakan alat bukti yang sah dilakukan
tindakan dengan prosedur khusus untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan
yang disengketakan dan diajukan salah satu pihak ke pengadilan benar atau tidak
seperti yang dinyatakan itu.
Sementara itu, hukum pembuktian adalah seperangkat kaidah hukum yang
mengatur tentang pembuktian dalam hukum acara perdata dan acara pidana. Perbedaannya
terletak dalam jenis alat bukti dan sistem pembuktiannya. Jenis alat bukti
dalam perkara perdata disebutkan dalam Pasal 164 Herzien Inlandsch
Reglement (HIR) sebagai berikut:
1.
Surat
2.
Saksi
3.
Persangkaan
4.
Pengakuan
5.
Sumpah
Adapun jenis alat bukti perkara pidana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)
HIR sebagai berikut:
1.
Keterangan saksi
2.
Keterangan ahli
3.
Surat
4.
Petunjuk
Sistem pembuktian yang berlaku dalam hukum acara perdata adalah sistem pembuktian
positif (positief wettelijke bewijsleer) di mana yang dicari adalah
kebenaran formal. Sehingga jika alat bukti sudah mencukupi secara hukum maka
hakim harus mempercayainya tanpa unsur keyakinan hakim karena dalam sistem
pembuktian perdata keyakinan hakim tidak berperan.
Dengan demikian, oleh karena kebenaran formal yang dicari dan bukan kebenaran
yang sesungguhnya, maka suatu kebenaran yang bersifat kemungkinan sudah cukup. Kebenaran
sesungguhnya sulit diwujudkan dalam hukum perdata. Hal itu disebabkan oleh
beberapa faktor yang menurut M. Yahya Harahap salah satunya adalah faktor
sistem adversial yang memberikan hak seluas-luasnya kepada para pihak
untuk saling membuktikan, saling membantah, dan saling mengajukan argumennya
masing-masing dalam persidangan. Dengan menggunakan sistem adversial,
maka fungsi hakim adalah pasif dalam hukum acara perdata. Akibatnya hakim tidak
boleh memutus melebihi dari yang dikemukakan dan diminta oleh para pihak yang
berperkara. Demikian juga dalam hal memutuskan perkara, hakim harus berdasarkan
bukti-bukti yang ada sekalipun hakim menyangsikan kebenaran dari pembuktian
tersebut. Selain itu sulitnya mencari kebenaran dari suatu alat bukti
disebabkan tidak adanya keharusan untuk menggunakan sistem pencarian keadilan
melalui metode ilmiah dan teknologi yang tingkat kebenarannya dapat terukur.
Sumber: Kuliah mingguan Hukum Acara Perdata bersama Agus Salide, S.H., M.H.
(11 Mei 2018)