Pengaruh Stratifikasi Sosial Terhadap Fungsi Hukum

 

Stratifikasi Sosial dan Fungsi Hukum

Pengaruh Stratifikasi Sosial Terhadap Fungsi Hukum

Pendahuluan

Penggolongan kelas telah terjadi sejak zaman dahulu kala, seperti adanya golongan raja, bangsawan dan rakyat jelata. Dalam masa penjajahan dikenal pula dengan upper class, midle class dan bottom class. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa dari dahulu hingga sekarang masih terdapat lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan masyarakat. Peran dan kedudukan seseorang biasanya merupakan faktor penentu strata sosial seseorang dalam masyarakat.

Dasar dan inti dari lapisan-lapisan yang terdapat dalam masyarakat itu adalah ketidakseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota masyarakat. Sehingga, stratifikasi sosial akan menimbulkan adanya kelas-kelas sosial tertentu dalam masyarakat yang dihargai oleh masyarakat tersebut, dan akan ada juga masyarakat yang tidak menghargai lapisan-lapisan tersebut karena mereka menganggap sesuatu yang dimiliki oleh seseorang tidak mempunyai nilai yang berarti baginya.

Dengan adanya stratifikasi sosial semacam ini akan menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam pemberlakuan seseorang di dalam masyarakat, terutama dalam pemberian fasilitas yang akan diterima seorang dalam masyrakat. Sebagai contoh, bagi orang yang memiliki jumlah materi yang lebih tinggi akan dengan mudah dalam memperoleh fasilitas yang dia inginkan ketimbang mereka yang memiliki materi dibawah rata-rata kebutuhan. Begitu pula bagi mereka yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan kekuasaan yang luas akan sangat lebih ditakuti dan disegani ketimbang mereka yang tidak memiliki kedudukan atau kekuasaan.

Pada dasarnya manusia menginginkan tidak ada perbedaan kedudukan dan peranan dalam masyarakat, terutama dalam penegakan hukum. Tentunya setiap individu di dalam masyrakat menginginkan kesamaan hak di depan hukum dalam perlindungan dan peradilan. Hukum sebagai seperangkat dan kaidah-kaidah yang mengatur sistem masyarakat harusnya mampu memberikan rasa adil kepada masyarakat tanpa adanya pandang buluh atau melihat stratifikasi sosial dari seorang individu.

 

Definisi Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atas dasar kekuasan, hak-hak istimewa, dan prestise. Menurut Petirim A. Sorokin, bahwa stratifikasi sosial (sosial stratify-cation) adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang yang lebih rendah.Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal.

Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa stratifikasi atau lapisan masyarakat adalah sejumlah orang-orang yang statusnya sama tetapi pembedaan individu atau kelompok dalam masyarakat menempatkannya pada kelas-kelas sosial yang berbeda-beda secara hierarki, dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda-beda antara individu satu dengan individu lainnya.

Stratifikasi sosial juga merupakan gejala umum pada masyarakat, baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat  modern yang heterogen.

Menurut Soerjono Soekanto terdapat dua hipotesa penegakkan hukum berkaitan dengan stratifikasi sosial:

1.      Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosialnya, semakin sedikit hukum yang mengaturnya.

2.      Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosialnya, semakin banyak hukum yang mengaturnya.

 

Faktor Terjadinya Stratifikasi Sosial

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa secara sederhana terjadinya stratifikasi sosial karena adanya sesuatu yang dibanggakan oleh setiap orang atau kelompok orang dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan terjadi pada masyarakat yang paling sederhana. Stratifikasi sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam masyarakat, dapat juga dibentuk dengan sengaja dalam rangka usaha manusia untuk mengejar cita-cita bersama. Semua manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan-lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap masyarakat.

Sumber dasar dari terbentuknya stratifikasi dalam masyarakat adalah suku bangsa (etnis) dan unsur sosial. Stratifikasi yang terbentuk bersumber dari etnis apabila ada dua atau lebih grup etnis, di mana grup etnis yang satu menguasai etnis yang lainnya dalam waktu yang relatif lama. Sedangkan stratifikasi yang terbentuk dari sumber sosial, karena adanya tuntunan masyarakat terhadap  faktor-faktor sosial tertentu. Faktor-faktor sosial itu merupakan ukuran yang biasanya ditetapkan masyarakat berdasarkan sistem nilai yang dipandang berharga. Faktor-faktor sosial yang berharga itu kemudian dimasukkan pada level tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya daya guna yang dibutuhkan masyarakat pada umumnya.

Ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya stratifikasi sosial, yaitu antara lain:

1)      Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran; artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam masyarakat.

2)      Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai dokter, dosen, buruh/pekerja teknisi dan sebagainya; semua ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat.

3)      Kesalahan seseorang dalam beragama; jika seseorang sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan  agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat.

4)      Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat (ningrat) merupakan cirri seorang yang memiliki status tinggi dalam masyarakat.

5)      Latar belakang rasial dan lama seseorang atau sekelompok orang tinggal pada suatu tempat; pada umumnya seseorang yang menjadi bagian dalam pendirian suatu kampung atau perguruan tertentu, biasanya dianggap masyarakat sebagai orang yang berstatus tinggi, terhormat dan disegani.

6)      Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang. Pada umumnya seseorang yang lebih tua umumnya lebih dihormati dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga jenis kelamin; laki-laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam keluarga dan masyarakat.

 

Faktor-faktor di atas adalah faktor-faktor yang biasanya menjadi ukuran. Tetapi ukuran tersebut tidaklah bersifat limitatif, sebab mungkin masih banyak ukuran lain yang dapat dijadikan kriteria dalam menentukan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Hanya saja memang ukuran dan kriteria yang disebut di sini merupakan ukuran dan kriteria paling menonjol dalam melahirkan lapisan-lapisan dalam kehidupan dalam masyarakat.

Dinamika dalam stratifikasi sosial ditandai dengan adanya lapisan-lapisan kehidupan masyarakat yang tidak statis. Setiap kelompok masyarakat pasti mengalami perkembangan dan perubahan, yang membedakannya adalah dalam cara perubahan itu, yaitu ada yang perubahan itu terjadi sangat lambat dan ada pula perubahannya yang sangat cepat, ada yang direncanakan dan ada pula yang tidak di rencanakan, ada pula perubahan itu dikehendaki dan ada pula yang tidak dikehendaki. Pada umumnya perubahan itu terjadi sebagai akibat pengaruh reformasi dari pola-pola yang ada dalam kelompok sosial yang sudah mapan. Adapun perubahan sebagai akibat dari pengaruh luar pada umumnya berupa perubahan keadaan di mana kelompok masyarakat itu tinggal.

 

Pengaruh Stratifikasi Sosial Terhadap Fungsi  Hukum

Hukum berusaha menghilangkan perbedaan yang dilahirkan oleh stratifikasi sosial dengan mengusung asas equality before the law yang artinya bahwa kedudukan setiap orang adalah sama di hadapan hukum tanpa memandang status sosialnya. Namun pelapisan sosial tetap saja tidak dapat dihilangkan karena di dalam masyarakat terdapat peranan yang dimainkan oleh masing-masing individu. Setiap peran yang dimainkan memiliki prestige yang berbeda. Ada peran yang dianggap oleh masyarakat baik, ada pula yang dianggap tidak baik.

Stratifikasi sosial ini pada akhirnya akan melahirkan sebuah stratifikasi hukum. Hal ini disebabkan karena ada asumsi yang mengatakan bahwa yang menentukan hukum yang berlaku adalah masyarkat kalangan atas. Masyarakat kalangan atas berusaha memasukkan kepentingannya pada aturan yang ditetapkan. Hal ini membuat kelompok dengan strasifikasi soasial rendah semakin terpojok. Hal ini membuat kaum elite yang idealis berpikir bagaimana caranya untuk memberikan bantuan hukum bagi kalangan bawah. Bantuan diberikan dengan dua cara. Cara yang pertama melalui proses yuridis yaitu pendampingan hukum terhadap kasus yang menimpa kelompok berkemampuan terbatas (miskin) atau biasa disebut dengan legal aid dan proses legislatif yang dilakukan dengan cara memperjuangkan hak-hak kaum miskin dalam pembuatan suatu undang-undang yang biasa disebut dengan legal service.

Stratifikasi sosial memang tidak dapat dihilangkan. Namun sebenarnya hal tersebut tidak perlu dihilangkan selama menimbulkan sebuah persaingan ynag sehat. Hal yang harus dihilangkan adalah diskriminasi dalam hukum. Tidak seharusnya hukum hanya dibuat oleh kaum strata atas saja. Hukum menyangkut kehidupan setiap orang. Tidak peduli dari strata atas atau bawah. Oleh kerena itu, hukum seharusnya dibuat secara bersama-sama untuk kebaikan bersama. Semua kalangan harus dilibatkan dalam sebuah perumusan hukum agar hukum dapat diterima semua pihak.

 

Penutup

Bagi seorang sosiologi, nyata bahwa hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan fungsional yang berhubungan dan saling mempengaruhi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Hukum dalam keadaan tertentu menyesuaikan diri dengan struktur sosial, tetapi dalam keadaan lain, hal yang sebaliknya yang terjadi. Gejala ini merupakan bagian dari proses sosial yang terjadi secara menyeluruh.

Bagi para ahli atau sarjana hukum, hubungan antara struktur sosial dengan hukum memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang lingkungan sosial-budaya di mana hukum berlaku. Disamping itu, mereka pun mendapatkan kesempatan untuk menelaah dalam keadaan-keadaan apakah hukum merupakan dependent variable dan bilamana hukum merupakan independent variable di dalam hubungannya dengan gejala-gejala sosial lainnya. Dengan mempelajari struktur sosial, dapat diketahui bahwa disamping hukum, terdapat pula alat-alat pengendalian sosial lainnya yang di dalam keadaan-keadaan tertentu lebih efektif daripada hukum.

 



Referensi

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Polak, Mayor. YBAF. 1979. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkasan. Jakarta: Ikhtiar Baru.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

Soekanto,Soerjono. 1972. Pokok-Pokok Sosiologi. Jakarta: Rajawali.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi.

 

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post