Kesadaran Hukum Masyarakat, Penerapan Hukum, dan Efektifitas Hukum

 

Hukum

Kesadaran Hukum Masyarakat, Penerapan Hukum, dan Efektifitas Hukum

Pendahuluan

Hukum ada bersamaan dengan adanya manusia yang hidup berkelompok. Sehingga tidak akan ada hukum jika manusia hanya ada satu. Dimana manusia hidup, di sanalah terdapat hukum. Adanya hukum menjadi suatu kebutuhan yang bersifat fundamental dalam kehidupan manusia. Artinya, kehidupan manusia akan terganggu apabila tidak ada hukum di dalamnya. Oleh karena itu hukum perlu dijaga eksistensinya agar dapat berguna sesuai dengan semestinya.

Manusia hidup secara berkelompok, berpolitik, dan bermasyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak sedikit terjadi konflik yang disebabkan adanya kesamaan pemenuhan kebutuhan dengan kepentingan yang berbeda. Pada saat itu, hukum menjadi hal yang paling dapat diharapkan agar tidak terjadi konflik yang berkelanjutan serta konflik tersebut dapat diselesaikan.

Dengan melihat betapa pentingnya hukum dalam kehidupan manusia dalam suatu masyarakat, harus ada upaya agar hukum tetap dapat ditegakkan. Upaya-upaya tersebut telah sejak dahulu dilakukan dengan langkah-langkah yang dinamakan penanaman kesadaran hukum dan penegakkan hukum. Selain kedua hal tersebut juga diperlukan adanya efektivitas hukum agar hukum dapat diterapkan semestinya dan dijalankan oleh setiap masyarakat yang diaturnya.

 

Kesadaran Hukum Masyarakat

Sangat sering kita mendengar atau membaca pernyataan-pernyataan yang mengidentikkan ”kesadaran hukum” dengan “ketaatan hukum”  atau “kepatuhan hukum”, suatu persepsi yang keliru. Menurut Oetoyo Usman, sebagaimana dikutip oleh I Gusti Ngurah Dharma Laksana, dkk., kesadaran hukum itu ada dua :

1.      Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum; dan

2.      Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.

Kesadaran hukum atau rasa hukum yang hidup (originaire) adalah sumber satu-satunya daripada hukum. Hal tersebut dikemukakan oleh H. Krabbe, salah seorang guru besar di Leiden dalam karangannya “De Moderne Staat”. Dari semua hukum itu entah hukum undang-undang, hukum kebiasaan, hukum yang tidak tertulis, kesadaran hukum itulah yang merupakan basis daripada hukum.

Munculnya kesadaran hukum didorong oleh sejauh mana kepatuhan kepada hukum yang diinternalisasi dalam diri manusia. Kadar internalisasi inilah yang selanjutnya memberikan motivasi yang kuat dalam diri manusia atas persoalan penegakan hukum. Soerjono Soekanto menyatakan terdapat empat indikator kesadaran hukum yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu : pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukum.

Terdapat perbedaan antara kesadaran hukum dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat. Sedangkan kesadaran hukum merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang dilakukan melalui penafsiran-penafsiran secara ilmiah.

Pada hakekatnya kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk daripada pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi, politik dan sebagainya. Sebagai pandangan hidup di dalam masyarakat, maka tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan resultan dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.

 

Cara Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat

Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu. Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannya pun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan manusia. Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu diancam oleh segala macam bahaya: pencurian terhadap harta kekayaannya, pencemaran terhadap nama baiknya, pembunuhan, dan sebagainya. Maka oleh karena itulah manusia memerlukan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya. Salah satu daripada perlindungan kepentingan itu adalah hukum.

Dalam melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan orang Iain. Tidak diperbolehkan dalam melindungi kepentingannya seseorang berbuat semaunya sehingga merugikan kepentingan orang lain.

Hukum merupakan pencerminan daripada nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan ini dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat, usaha peningkatan dan pembinaannya yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan.

Pendidikan yang dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal di sekolah-sekolah dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, tetapi juga pendidikan nonformal di luar sekolah kepada masyarakat luas. Yang harus ditanamkan baik dalam pendidikan formal ataupun nonformal adalah tentang bagaimana menjadi warga negara Indonesia yang baik dan apa saja hak serta kewajiban seorang warga negara Indonesia.

 

Penerapan Hukum

Dalam bahasa Indonesia dikenal beberapa istilah di luar penegakan hukum seperti “penerapan hukum”. Tetapi tampaknya istilah penegakan hukum adalah yang paling sering digunakan. Dalam bahasa asing juga terdapat berbagai peristilahan seperti: rechtstoepassing, rechtshandhaving (Belanda), law enforcement, dan application (Amerika).

Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Dalam struktur kenegaraan modern, tugas penegakan hukum itu dijalankan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif tersebut, sehingga sering disebut juga birokrasi penegakan hukum. Negara mencampuri banyak bidang kegiatan dan pelayanan dalam masyarakat, seperti dalam bidang-bidang kesehatan, perumahan, produksi, dan pendidikan. Tipe negara yang demikian dikenal sebagai welfare state.

Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep. Sehingga dengan demikian hukum boleh digolongkan kepada sesuatu yang abstrak. Dalam kelompok yang abstrak ini terdapat ide tentang kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian, apabila kita berbicara mengenai penegakan hukum, maka pada hakekatnya kita berbicara mengenai penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang nota bene abstrak itu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide merupakan hakekat dari penegakan hukum.

 

Efektivitas Hukum

Pengertian Efektifitas Hukum

Menurut Hans Kelsen, kalau berbicara ihwal efektifitas hukum, dibicarakan pula ihwal validitas hukum. Validitas hukum berarti sesungguhnya norma-norma hukum itu mengikat, sesungguhnya orang wajar berbuat sesuai yang diwajarkan oleh norma-norma hukum., sesungguhnya orang wajar mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum. Efektifitas hukum berarti sesungguhnya orang benar-benar berbuat sesuai norma-norma hukum, bagaimana mereka berbuat dengan wajar, dan norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.

 

Faktor Hukum yang Menyugesti Efektivitas Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, hukum berfungsi untuk keadilan, kesempurnaan dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi perihwalan antara kesempurnaan hukum dan keadilan. Kesempurnaan hukum sifatnya konkret dan berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat tak berbentuk sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara dengan menerapkan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Ketika melihat suatu persoalanan mengenai hukum, setidaknya keadilan menjadi prioritas utama, karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, masih banyak aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat yang  mengatur kehidupan mereka. Kalau hukum tujuannya sekedar keadilan, maka akan ada kesulitan dikarenakan keadilan itu bersifat subjektif, dan sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif masing-masing orang. Apa yang adil menurut si A belum tentu adil menurut si B.

Mengenai faktor hukum dalam hal ini, kita dapat mengambil salah satu  contoh pada Pasal 363 ayat (1) KUHP yang perumusan tindak pidananya mencantumkan maksimumnya saja, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman ia harus menentukan sendiri dengan berpedoman pada ancaman maksimumnya. Hal itu tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok perbedaannya dengan tuntutan yang didakwakan kepada pelaku tersebut.

 

Penutup

Untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pemahaman hukum masyarakat melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan baik yang bersifat formal (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi), dan melalui pendidikan non formal di luar sekolah. Pemahaman tersebut berisi mengenai bagaimana menjadi warga negara Indonesia yang baik dan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban selaku warga negara Indonesia.

 



Referensi

Ali, Achmad. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence, Cetakan Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, dkk. 2017. Sosiologi Hukum, Cetakan Kesatu. Bali: Pustaka Ekspresi.

Saifulah. 2010. Refeksi Sosiologi Hukum, Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Refika Aditama.

Satjipto Rahardjo. 2006. Ilmu Hukum, Cetakan Keenam. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, 2011. Hukum Adat Indonesia, Cetakan Kesebelas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto. 1986. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cetakan Kedua. Jakarta: CV. Rajawali.

http://ziaulmuhammad.blogspot.com/2016/02/makalah-efektivitas-hukum.html?m=1 (Diakses pada Selasa, 7 Mei 2019 Pukul 05.14 WIB)

 

 

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post