Sejarah Pembentukan Bunyi dalam Kajian Fonetik-Fonologi

 

Sejarah pembentukan bunyi

Sejarah Pembentukan Bunyi dalam Kajian Fonetik-Fonologi

Pendahuluan

Dari sejak dahulu, sejak awal penciptaan makhluk hidup, sudah menjadi fitrahnya bunyi menjadi suatu media yang digunakan makhluk hidup untuk berkomunikasi, tak terkecuali manusia. Manusia sebagai makhluk yang memegang peran utama di muka bumi, telah dianugerahi alat ucap yang dapat menghasilkan bunyi dan alat pendengar sebagi suatu alat yang dapat menerima bunyi. Dengan adanya timbal balik dengan menggunakan bunyi satu sama lain, dapat terciptalah komunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

Dari adanya bunyi ini lahirlah huruf-huruf yang dijadikan simbol untuk suatu bunyi tertentu agar lebih mudah dipahami. Huruf-huruf ini pun memebentuk kata-kata lalu menjadi sebuah kalimat hingga menjadi suatu bahasa yang dapat dipahami dan terjadilah komunikasi yang baik. Adapun mengenai orang-orang yang terganggu alat ucap atau alat dengarnya, terdapat cara lain yang digunakan oleh mereka untuk berkomunikasi, misalnya dengan menggunakan isyarat. Tetapi pada umunya, manusia yang normal melakukan komunikasi dengan menggunakan bunyi yang dihasilkan dari alat ucap.

Bunyi yang ada saat ini, tidak semerta-merta ada begitu saja. Tapi keberadaannya lahir dari suatu proses yang panjang hingga sampai saat ini. Bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi secara umum selalu mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Adanya perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut yang nantinya akan berpengaruh besar terhadap adanya perubahan bunyi. Dengan mengetahui mengenai sejarah pembentukan bunyi ini, akan dapat diketahui pula makna asal yang terdapat dalam bunyi tersebut.

 

Pengertian Bunyi

Bunyi atau suara (fonem) adalah sesuatu yang jelas yang bersifat karakter yang dapat dirasakan pengaruhnya tanpa dirasakan wujudnya.

 

Cara Pembentukan Bunyi

Alat ucap yang terdapat pada manusia dapat menghasilkan bunyi. Manusia akan senantiasa mengeluarkan bunyi tersebut menggunakan alat ucapnya, khususnya mulutnya untuk mengungkapkan apa yang ia maksudkan. Jadi, dari sana dapat diketahui bahwa adanya bunyi yang terbentuk dari manusia adalah bersifat alamiah karena bersumber dari adanya alat ucap yang terdapat dalam tubuh manusia sendiri.

Bunyi tersebut lalu dibuat sedemikian rupa dan dapat diketahui dan dipahami oleh manusia lainnya yang menjadi lawan bicara. Bunyi yang mempunyai maksud tersebut akhirnya menjadi sesuatu yang dikenal sekarang dengan nama bahasa. Sehingga dapat didefinisikan bahwa yang dimaksud dengan bahasa adalah pengungkapan huruf atau kata dengan suara yang digunakan oleh manusia untuk mengutarakan maksud hatinya agar dipahami oleh orang lain. Adapun huruf sendiri merupakan simbol yang dibuat sebagai penanda bunyi.

 

Sejarah Singkat Perkembangan Bunyi

Para ahli berpendapat bahwa komunikasi manusia menggunakan bahasa terjadi tidak dari awal. Hal ini karena manusia pada awalnya leih sering berkomunikasi dengan menggunakan tulisan-tulisan dan aksara yang ditulis dan digambar pada dinding-dinding batu dan juga dikarenakan kemampuan mendengar manusia lebih dahulu sempurna daripada kemampuan berbicaranya. Manusia mampu mendengar suara-suara yang berada di sekitarnya, namun belum dapat menjawab suara-suara tersebut. Dengan kemampuan berfikirnya dari akal yang sempurna, semakin lama akhirnya manusia dapat mulai berbicara dan menirukan suara di sekitarnya. Suara ini kemudian ditrasformasi menjadi bunyi-bunyi yang dapat dipahami satu sama lain hingga akhirnya menjadi sebuah bahasa.

 

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Bunyi

1.      Dialek

2.      Hubungan Kemasyarakatan

3.      Tingkat Peradaban

4.      Tingkat Ilmu Pengetahuan

5.      Sistem Kemasyarakatan

6.      Agama

 

Bentuk-Bentuk Perubahan Bunyi

1.      Asimilasi dan Disimilasi

Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungan sehingga bunyi itu menjadi sama dengan bunyi yang memengaruhinya. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata ‘sabtu’ yang biasa dilafalkan menjadi kata ‘saptu’. Terlihat dalam kata tersebut terdapat perubahan bunyi [b] menjadi bunyi [p] sebagai akibat dari pengaruh bunyi [t].

Adapun disimilasi adalah perubahan bunyi yang sama menjadi dua bunyi yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata ‘cipta’ dan ‘cinta’ yang keduanya berasal dari bahasa Sanskerta. Cipta berasal dari kata citta dan cinta berasal dari kata cipta. Di sana terlihat perubahan bunyi [tt] menjadi bunyi [pt] pada kata cipta dan perubahan bunyi [pt] menjadi bunyi [nt] pada kata cinta.

2.      Netralisasi dan Arkifonem

Netralisasi adalah alternasi (pertukaran) fonem akibat pengaruh lingkungan atau pembatalan perbedaan minimal fonem pada posisi tertentu. Alternasi fonem sendiri yaitu perubahan fonem menjadi fonem lain tanpa membedakan makna. Contohnya yaitu bunyi [t] pada akhir kata babat yang asalnya babad.

Sedangkan arkifonem adalah golongan fonem yang kehilangan kontras pada posisi tertentu dan bisa dilambangkan dengan huruf besar seperti huruf [D] yang memiliki alternasi atau varian fonem [t] dan fonem [d] pada kata babat untuk babad.

3.      Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal

Umlaut adalah perubahan vokal menjadi lebih tinggi karena vokal yang berikutnya tinggi. Dalam bahasa Belanda misalnya vokal [a] pada kata handje lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan huruf [a] yang ada pada bahasa Indonesia. Adapun perubahan vokal ablaut dapat ditemukan dalam bahasa Indo-Jerman yang menandai berbagai fungsi gramatikal. Misalnya dalam bahasa Jerman vokal [a] menjadi [á] untuk mengubah bentuk singularis menjadi bentuk pluralis seperti pada kata haus (rumah) menjadi hauser (rumah-rumah). Sedangkan harmoni vokal atau keselarasan vokal diantaranya terdapat dalam bahasa Jawa dan Turki. Kata at yang berarti kuda bentuk jamaknya adalah atlar.

4.      Kontraksi

Kontraksi adalah perubahan bunyi yang terjadi karena adanya penyingkatan dari ujaran yang panjang menjadi ujaran yang pendek. Misalnya, dalam bahasa Inggris terdapat kata are not yang berubah menjadi aren’t, atau kata can not yang berubah menjadi kata can’t, dan lain sebagainya.

5.      Metatesis dan Epentesis

Secara singkat, metatesis dapat diartikan sebagai perubahan posisi bunyi yang masih terdapat dalam satu kata. Semua bunyi yang terdapat dalam kata yang belum diubah dan yang terdapat dalam kata perubahannya sama-sama ada sehingga tampak sebagai variasi. Contohnya yaitu dalam bahasa Indonesia seperti kata sapu dan kata usap, atau seperti kata jalur dan kata lajur.

 

Penutup

Bunyi yang ada pada manusia bersifat alamiah karena dihasilkan dari adanya alat ucap yang terdapat dalam diri manusia sendiri. Manusia pada awalnya belum dapat melafalkan bunyi secara sempurna karena kemampuan berbicara manusia ada lebih akhir daripada kemampuan pendengarannya. Dengan adanya bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya, manusia lalu mulai mempelajari untuk menirukannya dengan kemampuan akalnya yang sempurna. Seiring berjalannya waktu manusia akhirnya mampu mentransformasikan bunyi itu menjadi bunyi yang dapat dipahami satu sama lain yang dikenal dengan bahasa. Juga bunyi tersebut memiliki simbol-simbol tertentu yang disebut dengan huruf.

 



Referensi

‘Akasyah, Mahmud. 2009. At-Tathawwur Al-Shauti fii Al-Alfaadz: Asbabuhu wa Dzawaahiruhu. Kairo: Daar An-Nasyri lil Jaami’ah.

Achmad dan Alek Abdullah. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.

Anis, Ibrahim. 1992. Al-Ashwat Al-Lughawiyah. Kairo: Maktabah Al-Anjalu Al-Mishriyah.

Dodo, Hasan. 1990. Kalam Al-‘Arab min Qadlaaya Al-Lughah Al-‘Arabiyah. Beirut: Daar Al-Syammiyah.

Jabal, Muhammad Hasan Hasan. 2012. Al-Mukhtashar fii Ashwat Al-Lughah Al-‘Arabiyyah: Dirasah Nadhariyah wa Tathbiqiyyah. Kairo: Maktabah Al-Adab.

Sufyan, Abu. 1998. ‘Ilmu Al-Ashwat Al-Nuthqiy ‘Articulatory Phonetics’. Bandung. Tidak diterbitkan.

 

 

 

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post