Peran Hakim (Pidana) dalam Pemeriksaan Perkara

 

Peradilan

Peran Hakim (Pidana) dalam Pemeriksaan Perkara

Definisi Hakim

Dalam Pasal 1 butir 8 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Adapun menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan definisi hakim berdasarkan jangkauannya. Yaitu bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

 

Tugas dan Kewajiban Hakim

1.      Menjaga kemandirian peradilan

2.      Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

3.      Wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

4.      Harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

5.      Wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

 

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Berdasarkan keputusan bersama ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), ditentukan sepuluh kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagai berikut:

1.      Berperilaku adil

2.      Berperilaku jujur

3.      Berperilaku arif dan bijaksana

4.      Berikap mandiri

5.      Berintegritas tinggi

6.      Bertanggung jawab

7.      Menjunjung tinggi harga diri

8.      Berdisiplin tinggi

9.      Berperilaku rendah hati

10.  Bersikap profesional

 

Jenis-Jenis Hakim

1.      Hakim Agung

Hakim Agung adalah hakim pada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan yang berada di dalam keempat lingkungan peradilan.  Mahkamah Agung berwenang mengadili semua perkara pidana dan perdata yang dimintakan kasasi.

2.      Hakim Konstitusi

Hakim Konstitusi adalah hakim pada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan pengadilan yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik;  memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.

3.      Hakim Ad Hoc

Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.

 

Peranan Hakim dalam Acara Pemeriksaan Biasa

Acara pemeriksaan biasa diatur secara rinci dalam Pasal 152 sampai dengan Pasal 182 KUHAP. Ketentuan-ketentuan tersebut sebagai berikut :

Dalam hal Pengadilan Negeri menerima surat perlimpahan perkara pidana dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan (Pasal 152).

Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152:

a.       Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.

b.      Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.

Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur 17 (tujuh belas) tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang Pasal (153).

Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. Jika terdakwa temyata telah dipanggil sccara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang berikutnya. Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sidang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3), dan Ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang (Pasal 154).

Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kcpada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. Sesudah itu hakim ketua sidang meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaaan. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti. Apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan (Pasal 155).

            Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan maka hakim ketua sidang kemudian memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya. Hakim mempertimbangkan keberatan untuk selanjutnya mengambil keputusan. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. Jika perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh Pengadilan Tinggi, maka Pengadilan Tinggi dengan surat penetepannya membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan memerintahkan Pengadilan Negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.

Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud ayat (5) berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Tinggi lain, maka Kejaksaan Negeri mengirimkan perkara tersebut kepada Kejaksaan Negeri dalam daerah hukum Pengadilan Negeri yang berwenang di tempat itu.

Hakim dilarang menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tindaknya terdakwa (Pasal 158). Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelm memberi keterangan di sidang. Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. Selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga, sedarah, semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.

Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat meminta kepada saksi segala keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran. Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya. Hakim dan penntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing (Pasal 165).

Setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang memberi izin untuk meninggalkannya. Izin itu tidak diberikan jika penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum mengajukan permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri sidang. Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap (Pasal 167).  Terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.

Hakim petugas sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu ia meminta terdakwa keluar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum diberitahukan kepada terdakwa semua hal pada waktu ia tidak hadir (Pasal 173). 

Hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula meminta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 145.

 

Penutup

Hakim (pidana) dalam persidangan pemeriksaan perkara di pengadilan, hakim memiliki peran yang sangat penting. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya keterlibatan hakim dalam hal itu. Hakim juga menjadi pihak yang berwenang dalam memutus perkara pemidanaan sebagai hasil dari persidangan perkara pidana. Adapun apabila seorang hakim yang sedang menangani suatu perkara pidana dalam pemutusan perkara pemidanaan berhalangan hadir, ketua pengadilan dapat menunjuk penggantinya. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya peran hakim dalam suatu persidangan sebagai kunci utama. Sehingga ketika hakim berhalangan hadir pun harus digantikan oleh hakim yang lain.

 



Referensi

Adji, Oemar Seno. 1984. Hukum-Hakim Pidana. Jakarta Pusat: Erlangga.

Kitab Undang-Undang Acara Pidana. 2015. Surabaya: Graha Media Press.

Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril. 2004. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia.

Pudjosewojo, Kusuma. 1993. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika.

Sudarsono. 2004. Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung dan Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:PT Rineka Cipta.

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post