Profil Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad setelah berdirinya Dinasti Syafawi. Jadi, di antara tiga kerajaan besar Islam kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah merupakan kerajaan pertama di anak Benua India. Awal mula kekuasaan Islam di India terjadi pada masa Khalifah Al Walid dari Dinasti Umayah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayah yang dipimpin oleh Muhammad ibnu Qasim.
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur, salah satu dari cucu Timur Lenk. Kerajaan Mughal mulai berkuasa sejak tahun 1526 M sampai tahun 1707 M. Kerajaan ini memiliki sultan-sultan yang terkenal pada abad ke-17, yaitu Akbar (1556-1606 M), Jengahir (1605-1627 M) dengan permaisurinya Nurjannah, Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1659-1707 M).
Imperium Mughal merupakan kelanjutan dari Kesultanan Delhi dan mulai terbentuk melalui kemenangan Babur dan diperkokoh pada masa pemerintahan cucunya, Akbar (1556-1605 M). Akbar memperluas imperium ini dari mulai wilayah Hindustan dan Punjab, Gujarat, Rajasthan, Bihar dan Bengal. Kemudian ia memperluas wilayahnya ke arah utara dengan merebut Kabul, Khasmir, Sind, dan Baluchistan. Deccan pun berhasil direbut pada tahun 1600 M. Imperium ini telah meluas sampai ke ujung utara dan merebut Bijapur, Golconda, dan beberapa provinsi India Selatan. Rajasthan tetap berada dalam kekuasaan raja-raja Hindu lokal, sedangkan wilayah pusat India bagian timur diperintah oleh suku-suku jajahan.
Akbar membentuk landasan institusional juga landasan
geografis bagi kekuatan imperiumnya. Pemerintahan Mughal dijalankan oleh
sebbuah elite militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari bangsa seperti
Afgan, Iran, Turki, dan muslim asli India. Meskipun elite pemerintahan secara
resmi adalah warga muslim, namun terdapat sekitar 20% warga Hindu sebagai
aristokrasi Mughal yang mayoritas terdiri dari Hindus Lajput dan Marathas.
Warga Hindu cukup banyak yang menjabat pembesar militer, pejabat administrasi,
pejabat keuangan, pedagang, dan pemilik tanah.
Dari sudut pandang Mughal, elite pemerintahan didukung
secara bersama oleh loyalitas dan pengabdian beberapa kelompok nasab bawahan
yang disebut biradari, jati, atau qawn yang dikukuhkan melalui ikatan
perkawinan dan loyalitas seremonial, pemberian hadiah, dan konsesi properti dan
jabatan. Rezim Mughal juga membentuk klien-klien yang terdiri dari muslim yang
tengah berkuasa dan sejumlah nasab Hindu dari penguasa lokal yang pada ujungnya
menjadikan klien sebagai pendukung pemerintahan Mughal. Aristokrasi Mughal dinyatakan
dengan term patriomonial dan juga dengan term-term muslim.
Elite penguasa
selanjutnya diorganisir sesuai dengan mansabdar. Itu merupakan sebuah sistem
dimana masing-masing pejabat memiliki dua kedudukan sebagai unsur yang
menyatakan posisinya dalam sistem hirarki dan sebagai sawar yang menyatakan
jumlah tentara yang harus dikerahkannya ke medan pertempuran. Para mansab
digaji baik secara tunai atau dengan pemberian sebidang tanah yang dinamakan jagir
yang serupa Iqtba’ di timur tengah. Jagir tersebut diberikan
kepada pejabat militer, kaisar, penguasa lokal, rajput, dan kepala-kepala
suku.
Kondisi Sosial dan Politik Kerajaan Mughal Abad Ke-17
Di masa Akbar, kerajaan tidak dijalankan
dengan kekerasan. Ia banyak menyatu dengan rakyat, bahkan rakyat dari berbagai
agama tidak dipandang sebagai orang lain dan dirinya pun dibuatnya menjadi
seorang Hindustan sejati. Dalam urusan pemerintahan, ia menyusun pentadbiran
yang teratur, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukan India
tidak dapat memilih cara yang lain selain meneruskan administrasi Sultan Akbar.
Amir-amir dan sultan-sultan yang selama ini
berkuasa di daerahnya sendiri dengan cara sewenang-wenang bersama para maharaja
beragama Brahmana, berkat Akbar semuanya telah menjadi tiang-tiang bagi
imperium Islam yang besar di India. Di samping itu, pemerintahan tidak
dipegangnya sendiri, tetapi diadakannya menteri-menteri. Pemungut pajak dari
pemerintahan dilarang keras untuk memungut pajak dengan memaksa dan memeras. Di
dalam persoalan agama, ia sangat toleran. Ia tidak pernah memaksa pemeluk agama
Hindu untuk memeluk agama Islam.
Dengan demikian, Akbar adalah seorang reforman kerajaan Mughal
yang telah menata sistem pemerintahan yang lebih baik di banding dengan
kerajaan-kerajaan sebelumnya. Di bidang agama, ia adalah tokoh moderat yang
memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melaksanakan ibadah sesuai
keyakinannya masing-masing.
Dengan adanya kebjakan seperti di atas, rakyat India sangat simpati kepadanya. Masayarakat pun hidup saling menghormati serta senantiasa menjunjung tinggi toleransi. Setelah Akbar wafat, kerajaan digantikan oleh putranya Salim yang bergelar Nuruddin Muhammada Jangahir Padhsah Ghazi. Jangahir dalam memerinth kerajaan tidak sehebat ayahnya, ia terlalu baik hati dan lemah terutama karena pengaruh permaisuri yang suka mencampuri pemerintahan di belakang layar. Jangahir beraliran sunni dan bahasa resmi yang dipakainya adalah bahasa Persia.
Kondisi Pengetahuan dan Seni Kerajaan Mughal Abad Ke-17
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi
kerajaan Mughal pada abad ke-17, kerajaan Mughal juga mengalami kemajuan dalam
bidang pengetahuan, seni dan budaya. Di bidang kebahasaan, Akbar menjadikan
tiga bahasa sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa
Turki sebagai bahasa bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan
kesusastraan.
Selain itu, Akbar telah memodifikasi tiga bahasa tersebut ditambah dengan bahasa
Hindu dan bahasa Urdu. Bidang
filsafat juga cukup maju Satu di antara tokohnya adalah Akbar sendiri.
Sementara ahli tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah Mubarok, Abul Faidh
dan Abul Fadhl.
Sementara karya seni yang paling menonjol
adalah karya satragu, sebuah syair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa
India. Penyair India yang terkenal kala itu adalah Malik Muhammada Jayadi,
seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavat,
sebuah karya alegoris yang mengandung pesan sastra bagi jiwa manusia. Karya seni yang dapat dinikmati hingga sekarang yang
merupakan karya seni terbesar yang pernah dicapai kerajaan Mughal adalah
karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun
istana Fatpur di Sikri. Pada zaman Syah Jehan dibangun masjid berlapiskan
mutiara dan Tajmahal di Aqra dan masjid raya Delhi di Lahore.
Sebab-Sebab Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad Dinasti
Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup
mempertahankan kebesaran yang telah di bina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada
abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya
mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan,
gerakan separatis Hindu di India banyak bermunculan, serta terjadi banyak
pemberontakan di Sikh bagian utara dan timur yang semakin lama semakin mengancam.
Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh
Jehangir menanamkan modal di India dan semakin menguasai dari mulai wilayah
pantai karena didukung oleh kekuatan senjata.
Hal lain yang menyebabkan kemunduran Mughal di India adalah karena kerajaan-kerajaan
Brahmana yang dibangun hendak melepaskan diri. Demikian juga beberapa kerajaan
Islam yang lain yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Mughal. Selain
kemunduran yang disebabkan faktor dari dalam, terdapat juga faktor luar yang
menjadi penyebab kemunduran Dinasti Mughal. Diantaranya yaitu serangan Nadir
Syah dari Iran dan kedatangan pasukan Inggris ke India.
Nadir Syah yang memiliki keinginan sangat besar untuk menaklukan kerajaan
Mughal di Delhi Agra. Berbagai cara dilakukan Nadir Syah yang salah satunya adalah
dengan cara melancarkan tuduhan bahwa kerajaan Mughal banyak sekali
memberikan bantuan kepada kaum pemberontak Afganistan dan memberikan
perlindungan kepada pelarian-pelarian politik. Atas dasar tuduhan itu, Nadir
Syah menyerang Mughal dua tahun setelah ia berkuasa di Iran.
Setelah terjadi beberapa persetuan antara Sultan Muhammad Syah dan Nadir
Syah, akhirnya Sultan Muhammad Syah mengakui atas kekuatan yang dimilki oleh
Nadir Syah. Hal
ini ditandai dengan penyerahan berbagai upeti yang sangat banyak kepada
Nadir Syah sebagai syarat penyerahan diri serta memberikan pengampunan dan
perlindungan kepada Sultan Muhammad Syah dan rakyat Delhi. Diantara benda-benda
yang diserahkan kepada Nadir adalah singgasana burung merak yang sampai
sekarang masih dapat dilihat di dalam istana Iran. Demikian juga intan berlian
Koh-i-Noor yang sangat terkenal.
Setelah masa-masa pemerintahan Muhammad Syah berakhir, ia lalu digantikan oleh
Sultan Alam Syah. Pada masa itu Sultan Alam Syah berusaha merebut kembali
wilayah Benggala dan berhasil, tetapi tak lama setelah itu Inggris melancarkan
serangan secara tiba-tiba. Akibatnya Kerajaan Mughal menjadi semakin lemah. Inggris
mulai mempelajari kelemahan India yang
berasal dari perbedaan agama antara Islam dan Hindu serta keinginan raja-raja
Islam yang masing-masing memiliki kehendak untuk berdiri sendiri. Alam Syah kemudian
wafat dan digantikan oleh Muhammad Akbar (1806-1837 M), lalu dilanjutkan oleh
Bahadur Syah.
Pada masa pemerintahan Bahadur Syah ini, mulai terjadi pemberontakan pada
tahun 1857 M untuk melawan pemerintahan Inggris dengan kongsi dagangnya yaitu
EIC. Tetapi perlawanan tersebut dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris
mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris
kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka di
usir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur
Syah, yang menjadi raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan
demikian, kekuasaan dinasti Mughal di daratan India telah berakhir.
Referensi:
Badri, Yatim. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada.
Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam III. Jakarta: Bulan Bintang.
______. 1981. Sejarah Umat
Islam. Jakarta : Bulan Bintang
Supriadi, Dedi. 2008. SejarahPeradaban
Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Syamsul Jaih Mubarok.
2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
http://yacobsemesta.wordpress.com/2009/04/25/kerajaan-mughal/