Konsep Demokrasi dan Bentuk Penerapannya di Suatu Negara

 

Konsep Demokrasi

Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu democratos. Istilah tersebut merupakan gabungan dari dua kata yaitu demos dan kratos atau kratein. Demos berarti rakyat dan kratos artinya kekuasaan atau kedaulatan. Dari gabungan arti dua kata tersebut, maka demokrasi dapat diterjemahkan sebagai kedaulatan rakyat. Adapun yang dimaksud dengan kedaulatan rakyat di sini menunjuk kepada sistem penyelenggaraan sistem pemerintahan yang dilaksanakan bersama rakyat.

Menurut Henry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.[1]

Adapun hakikat demokrasi sebagaimana diungkapkan oleh Abraham Lincoln terdapat pada makna pemerintahan dari rakyat (goverment of the people), pemerintahan oleh rakyat (goverment by the people)  dan pemerintahan untuk rakyat (goverment for the people). Makna yang terkandung dalam goverment of the people adalah bahwa dalam negara demokrasi, legitimasi terhadap siapa yang memerintah berasal dari kehendak rakyat. Sementara makna dari goverment by the people adalah bahwa proses penyelenggaraan pemerintah diawasi oleh rakyat. Sedangkan goverment for the people mengandung makna bahwa dalam menjalankan suatu proses pemerintahan, harus bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Sejarah Demokrasi

Demokrasi pertama kali tumbuh dan berkembang pada zaman Yunani Kuno, yaitu pada masa Negara Kota (City State) Athena sekitar abad keenam sampai abad ketiga Sebelum Masehi. Sehingga sampai saat ini Negara Kota Athena Kuno dikenal sebagai negara demokrasi pertama. Pada saat itu demokrasi mampu dijalankan secara langsung dengan majelis sekitar lima ribu sampai enam ribu orang. Rakyat menjadi penentu kebijakan pemerintah saat itu. Mereka dapat berkumpul di tempat yang sama dalam waktu yang sama dan berbicara serta memberikan suara secara langsung di dalam dewan sebagai forum penentu kebijakan pemerintah.

Hal tersebut dapat berlangsung dikarenakan pada saat itu jumlah penduduk Negara Kota Athena masih sedikit. Berbeda dengan negara-negara yang ada sekarang yang penduduknya sangat banyak. Ditambah lagi dengan permasalahan yang semakin kompleks. Sehingga peluang untuk menjalankan demokrasi secara langsung seperti yang diterapkan di Negara Kota Athena sangatlah kecil bahkan mustahil. Dewasa ini, sistem demokrasi paling umum yang digunakan oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi dengan jumlah penduduk kota ratusan ribu bahkan jutaan orang adalah sistem demokrasi tidak langsung.

Dalam sistem demokrasi tidak langsung, rakyat memilih wakil-wakil yang mereka kehendaki dalam sebuah pemilihan umum yang menggunakan prinsip LUBER dan JURDIL, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Wakil-wakil yang terpilih inilah yang nantinya akan mewakili rakyat sebagai pembuat undang-undang dan menjalankan program untuk kepentingan umum atas nama rakyat. Hak-hak rakyat sangat dihormati dan dijunjung tinggi karena wakil-wakil tersebut dipilih dan diangkat oleh rakyat, serta bertanggung jawab pula terhadap rakyat.

Karena demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang didasari oleh kedaulatan rakyat, maka tidak dibenarkan jika di dalam demokrasi adanya keputusan politik dari wakil rakyat dan pejabat negara yang dapat merugikan hak-hak rakyat. Apalagi jika ada kebijakan yang ditetapkan dengan tujuan untuk menindas rakyat demi kepentingan penguasa.

Alamudi (1991) berpendapat, demokrasi sesungguhnya bukan hanya seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, teta  seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk dalam sejarah panjang dan sering berliku-liku sehingga demokrasi sering disebut sesuatu pelembagaan dari kebebasan.

Ada sebelas Soko Guru Demokrasi yang dikemukakan oleh Alamudi, yaitu:

1.      Kedaulatan rakyat

2.      Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah

3.      Kekuasaan mayoritas

4.      Hak-hak minoritas

5.      Jaminan hak asasi manusia

6.      Pemilihan yang bebas dan jujur

7.      Persamaan di depan hukum

8.      Proses hukum yang wajar

9.      Pembatasan pemerintah secara konstitusional

10.  Pluralisme sosial, ekonomi dan politik

11.  Nilai-nilai toleransi, pragmatis, kerja sama dan mufakat

Selanjutnya Alamudi menjelaskan bahwa dalam negara yang demokratis, warganya bebas mengambil keputusan melalui kekuasaan mayoritas, namun tidak benar bahwa kekuasaan mayoritas itu selalu demokratis. Suatu negara dapat dikatakan demokratis bila kekuasaan mayoritas disandingkan dengan jaminan hak asasi manusia. Sehingga kelompok mayoritas dapat melindungi kaum minoritas, dan hak-hak minoritas tidak dapat dihapuskan oleh suara mayoritas.

 

Norma-norma yang Mendasari Demokrasi

Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi itu haruslah didasari oleh beberapa norma, yaitu:

1.      Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga;

2.      Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah;

3.      Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur;

4.      Membatasi pemakaian kekerasan secara minimum;

5.      Mengakui serta menganggap secara wajar adanya keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku;

6.      Menjamin tegaknya keadilan.[2]

Sementara menurut Nurcholish Majid, yang menjadi pandangan hidup demokrasi haruslah didasari atas tujuh norma sebagai berikut:[3]

1.      Kesadaran atas pluralisme

Masyarakat sudah dapat memandang positif kemajemukan dan keberagaman dalam masyarakat, serta telah mampu mengelaborasikan ke dalam sikap tindak secara kreatif.

2.      Musyawarah

Korelasi prinsip ini adalah kedewasaan untuk menerima bentuk-bentuk kompromi dengan bersikap dewasa dalam mengemukakan pendapat, dan kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik.

3.      Pemufakatan yang jujur dan sehat

Prinsip masyarakat demokrasi dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai permufakatan yang juga jujur dan sehat, bukannya permufakatan yang dicapai melalui intrik-intrik yang curang, tidak sehat, atau yang sifatnya melalui konspirasi.

4.      Kerja sama

Prinsip kerja sama antar warga dalam masyarakat dan sikap saling mempercayai itikad baik masing-masing, kemudian jalinan dukung-mendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efisiensi untuk demokrasi.

5.      Pemenuhan segi-segi ekonomi

Untuk mendukung situasi hadirnya demokrasi dalam masyarakat, sangat perlu memperhatikan pemenuhan segi-segi ekonominya terutama pemenuhan pada kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang dan papan. Pemenuhan kebutuhan ekonomi harus juga memperhatikan aspek keharmonisan dan keteraturan sosial (seperti maslah kenapa kita makan nasi, bersandangkan sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah joglo yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial budaya).

6.      Pertimbangan moral

Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara demokrasi haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik haruslah diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya.

7.      Sistem pendidikan yang menunjang

Pendidikan demokrasi selama ini pada umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinisasi dan penyuapan konsep-konsep secara verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah) antara das sein dan das sollen dalam konteks ini ialah akibat dari kuatnya budaya menggurui dalam masyarakat kita, sehingga verbalisme yang dihasilkannya juga menghasilkan kepuasan tersendiri dan membuat yang bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa perilaku.

 

Komponen-komponen Penegak Demokrasi

Tegaknya demokrasi pada suatu negara sangat bergantung pada komponen-komponen sebagai berikut:

1.      Negara Hukum

Demokrasi suatu negara dapat berdiri, jika negaranya adalah negara hukum. Yakni sebagai negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya melalui perlembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan sekaligus juga terdapat jaminan terhadap perlindungan hak asasi manusia.[4]

2.      Pemerintahan yang Good Governance

Berdirinya suatu demokrasi sangat perlu ditopang oleh bentuk pemerintahan yang good governance yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.[5]

3.      Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif

Badan kekuasaan legislatif yang dapat menopang tegaknya demokrasi suatu negara adalah badan pemegang kekuasaan legislatif yang diisi oleh orang-orang yang memang memiliki civic skill yang solid dan tinggi. Sebagai contoh DPR RI yang memiliki fungsi membuat UU, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran, maka para anggota-anggotanya memang memiliki civic skill dalam ketiga bidang tersebut.

4.      Peradilan yang Bebas dan Mandiri

Peran dunia peradilan dalam kaitannya dengan demokrasi juga berada pada peran yang sentral. Adapun corak dunia peradilan yang dapat menopang tegaknya demokrasi suatu negara adalah peradilan yang bebas dalam artian tidak berada/tidak terpengaruh dengan tekanan dan kepentingan, selain daripada itu juga harus mandiri, dalam artian tidak dapat diintervensi oleh pihak mana pun.

5.      Masyarakat Madani

Masyarakat Madani dicirikan dengan masyarakat yang terbuka, masyarakat yang bebas dari tekanan dan pengaruh kekuasaan negara, masyarakat yang kritis serta berpartisipasi aktif serta masyarakat egaliter. Masyarakat Madani merupakan elemen yang sangat penting dalam membangun demokrasi. Sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.[6]

6.      Pers yang Bebas dan Bertanggungjawab

Berkembangnya demokrasi suatu negara sangat perlu dikawal oleh pers yang memang tidak berada di bawah tekanan penguasa atau pihak mana pun dan dalam pemberitaannya senantiasa dilandasi dengan rasa tanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa dengan berdasarkan kepada fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

7.      Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik terdiri dari partai politik dan kelompok gerakan. Menurut Miriam Budiarjo,[7] partai politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen kader dan sebagai sarana pengatur konflik. Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai. Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan kelompok penekan yang merupakan perwujudan adanya kebebasan berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat dan melakukan oposisi terhadap negara dan pemerintah. Hal itu merupakan indikator bagi tegaknya suatu demokrasi.

 

Model-model Demokrasi

Jika dipandang dari orientasinya, demokrasi dapat dibedakan atas demokrasi liberal, demokrasi terpimpin dan demokrasi sosial. Demokrasi liberal merupakan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan dan individualisme, sementara demokrasi terpimpin ialah demokrasi yang dipimpin oleh pemimpin negara, dimana pemimpin negara tersebut beranggapan bahwa rakyatnya telah mempercayakan kepadanya untuk memimpin demokrasi di negaranya. Sedangkan demokrasi sosial adalah demokrasi yang begitu menaruh kepedulian yang besar terhadap keadilan sosial dan egalitarian.

Sementara kalau dipandang dari mekanisme pelaksanaannya, demokrasi dapat dibedakan atas demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi langsung dicirikan dengan penempatan kedaulatan rakyatnya yang dilakukan secara langsung, sedangkan kalau demokrasi tidak langsung mekanisme penempatan kedaulatan rakyatnya diwakilkan kepada lembaga perwakilan negara tersebut.

 

Bentuk Pelaksanaan Demokrasi di Suatu Negara

Dalam perkembangannya, demokrasi telah mengalami pasang surut. Hal ini ditandai antara lain dengan adanya istilah atau nama dari demokrasi yang menunjukkan bentuk pelaksanaan sistem demokrasi di suatu negara.

Miriam Budiardjo (1989) mengategorikan aliran/tipe demokrasi menjadi dua bagian yaitu:

1.   Demokrasi konstitusional, adalah demokrasi yang berasal dari gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tersebut tercantum dalam konstitusi. Oleh karena itu sering disebut pemerintahan berdasarkan konstitusi. Demokrasi konstitusional banyak diterapkan di berbagai negara dengan berbagai variasi, misalnya dengan nama demokrasi liberal yang banyak diterapkan di negara barat. Demokrasi Pancasila yang diterapkan di Indonesia juga dikategorikan ke dalam tipe demokrasi konstitusional.

2.    Demokrasi rakyat, merupakan tipe demokrasi yang lebih mendasarkan diri pada komunisme. Tipe demokrasi ini banyak dianut oleh negara-negara komunis di Eropa Timur, juga di RRC dan Korea Utara. Oleh para pendukung demokrasi konstitusional, tipe demokrasi rakyat ini dianggap tidak demokratis. Sebab menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah bentuk khusus demokrasi yang memenuhi fungsi diktator proletariat.



[1] Henry B. Mayo, An Introduction to Democtaric Theory, Oxford University Press, New York, 1960, hlm. 70.

[2] Ni'matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 244-245.

[3] Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm. 113-115.

[4] Ibid, hlm. 117.

[5] Mas Ahmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2001, hlm. 86.

[6] Tim ICCE UIN Jakarta, op. cit., hlm. 119.

[7] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 405-410.


Post a Comment

Previous Post Next Post