Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan
Pengetahuan tentang hukum mencakup
suatu perantaraan yang luas dan bisa dikatakan tidak mempunyai tepi. Jika hanya menulis tentang dasar-dasar ilmu hukum tanpa dibarengi dengan kesadaran
adanya wilayah yang begitu sangat luas dari cakupan hukum, maka bisa dikatakan
belum memberikan gambaran yang lengkap mengenai hukum.
Pengertian
Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan
Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan (Tatsachenwissenschaft / Seinwissenschaft) adalah yang menyoroti hukum sebagai
perikelakuan atau sikap tindak. Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak
atau perilaku. Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang
diwujudkan dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak (das sein). Di dunia ini manusia terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa
atau disertai sanksi. Bilamana seseorang melanggar sesuatu norma, maka orang
itu akan mengalami sanksi yang berbeda-beda sifat dan beratnya.
Ilmu-Ilmu
Hukum Sebagai Ilmu kenyataan
1. Sosiologi
Hukum
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum sebagai gejala-gejala sosial lainnya. Studi yang demikian ini memiliki beberapa
karakteristik. Kekhasan tersebut yakni :
a. Sosiologi hukum
bertujuan untuk memberi penjelasan terhadap praktek-praktek hukum, seperti
dalam pembuatan UU, praktek peradilan dan sebagainya. Cara ini menurut Max
Weber dinamakan sebagai imperative-understanding yang tidak dikenal
dalam studi hukum yang konvensional. Sosiologi hukum tidak hanya menerima
tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin memperoleh pula
penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah laku
seseorang. Di sini tidak dibedakan antara perilaku yang sesuai dan menyimpang
terhadap kaidah hukum, karena keduanya adalah sesama obyek studi ilmu ini.
b. Sosiologi hukum
senantiasa menguji keabsahan empiris, dengan usaha mengetahui antara isi kaidah
dan di dalam kenyataannya, baik dengan data empiris ataupun non empiris.
c. Sosiologi hukum
tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang mentaati hukum dan
yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan obyek pengamatan yang setaraf.
Obyek sasaran ilmu hukum di sini adalah badan-badan yang terlibat dalam
kegiatan penyelenggraan hukum, seperti pembuatan undang-undang, pengadilan,
polisi, advokat, dan sebagainya. Pembuat undang-undang di sini dilihatnya
sebagai manifestasi dari kelakuan manusia yang oleh karenanya faktor-faktor
keadaan identitas yang berperan itu perlu diamati seperti usia pada anggotanya,
pendidikan dan faktor-faktor sosial lainnya.
2. Antrpologi
Hukum
Antropologi hukum adalah ilmu pengetahuan (logos)
tentang manusia (antropos) yang bersangkutan dengan hukum. Manusia yang
dimaksud adalah manusia yang hidup bermasyarakat, bergaul antara yang satu
dengan yang lain, baik masyarakat yang masih sederhana budayanya (primitif)
maupun yang sudah modern (maju) budayanya. Budaya yang dimaksud adalah budaya hukum,
yaitu segala bentuk perilaku budaya manusia yang memengaruhi atau yang
berkaitan dengan masalah hukum.
Sebagaimana dikemukakan L. Pospisil
bahwa antropologi hukum tidaklah bersifat etnosentris, artinya tidaklah segala
sesuatunya hanya diukur menurut ukuran yang berlaku dalam budaya sendiri. Oleh karena itu karakteristik antropologi hukum itu adalah sebagai berikut.
a. Antropologi hukum
itu tidak membatasi pandangannya pada kebudayaan-kebudayaan tertentu.
b. Antropologi hukum berbeda dari
cabang ilmu sosial yang lain karena ilmu ini mempelajari
masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang utuh dimana bagian-bagiannya saling
bertautan.
c. Antropologi
hukum modern tidak lagi memusatkan perhatian hanya pada kekuatan-kekuatan
sosial dan hal-hal yang superorganism, lalu memperkecil peranan
individu. Kesemuanya mendapat perhatian yang sama.
d. Antropologi
hukum tidak memandang masyarakat yang dalam keseimbangan yang mengalami
gangguan jika ada penyimpangan, tetapi masyarakat dipandang secara dinamis
sehingga peranan sosial dan hukum tidak terbatas mempertahankan status quo.
e. Antropologi
hukum termasuk ilmu tentang hukum yang bersifat empiris, konsekuensinya adalah
bahwa teori yang dikemukakan harus didukung oleh fakta yang relevan atau
setidak-tidaknya terwakili secara representatif dari fakta yang relevan.
Fakta yang
dimaksud adalah kejadian yang dapat ditangkap oleh pancaindra.
3. Psikologi
Hukum
Psikologi hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia (human behaviour), maka dalam kaitannya dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku manusia. Suatu kenyataan bahwa salah satu yang menonjol pada hukum, terutama pada hukum modern, adalah pengggunaanya secara sadar sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian sadar atau tidak, hukum telah memasuki bidang yang menggarap tingkah laku manusia.
Proses demikian ini menunjukkan bahwa hukum telah memasuki bidang psikologi, terutama psikologi soial. Sebagai contoh, hukum pidana merupakan bidang hukum yang berkaitan erat dengan psikologi, seperti tentang paksaan psikologi, peranan sanksi pidana terhadap kriminalitas, dan lain sebagainya yang menunjukkan hubungan antara hukum dan psikologi.
4. Sejarah
Hukum
Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum yang mempelajari suatu pemikiran perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, serta memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. Dalam studi sejarah hukum ditekankan mengenai hukum suatu bangsa merupakan suatu ekspresi jiwa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing sistem hukum. Apabila dikatakan bahwa hukum itu tumbuh, maka yang diartikan adalah hubungan yang terus-menerus antara sistem yang sekarang dengan yang lalu. Apabila dikatakan bahwa hukum sekarang berasal dari yang sebelumnya atau hukum pada masa-masa lampu, maka hal itu berarti bahwa hukum yang sekarang dibentuk oleh proses-proses yang berlangsung pada masa yang lampau. Mengenali dan memahami secara sistematis proses-proses terbentuknya hukum, faktor-faktor yang menyebabkannya dan sebagainya, memberikan tambahan pengetahuan yang berharga untuk memahami fenomena hukum dalam masyarakat. Misi ini dilakukan oleh cabang studi hukum yang dinamakan sejarah hukum.
5. Perbandingan
Hukum
Perbandingan hukum adalah suatu metode studi hukum yang mempelajari perbedaan sistem hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Dilihat dari posisi yang demikian itu, orang akan mengatakan bahwa studi perbandingan hukum adalah studi tentang hukum asing. Namun mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari hukum asing tidak sama dengan melakukan perbandingan hukum. Barulah pada saat orang menggarap bahan-bahan yang terkumpul itu menurut arah tertentu, terjadi suatu studi perbandingan hukum.
Perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan
yang usianya relatif muda. Dari sejarahnya kita ketahui bahwa perbandingan
hukum baru berkembang secara nyata pada akhir abad ke-20. Lebih-lebih sekarang,
di mana negara-negara di dunia mempunyai saling ketergantungan dan saling
membutuhkan hubungan yang erat. Perbandingan hukum lebih diperlukan karena:
a. Dengan
perbandingan hukum, dapat diketahui jiwa serta pandangan hidup bangsa lain
termasuk hukumnya.
b. Dengan saling
mengetahui hukumnya, sengketa dan kesalahpahaman dapat dihindari.
Jadi, sangat jelas bahwa tujuan perrbandingan hukum tidak semata-mata untuk mengtahui perbedaan dan persamaannya saja, tetapi jauh dari itu ialah untuk mengetahui sebab-sebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi persamaan dan perbedan tersebut.
Hukum Sebagai Kenyataan dalam Masyarakat
Hukum sebagai kenyataan dalam
masyarakat ada 4 point, yaitu:
1. Hukum dan Kultur
S. Lev dalam bukunya yang berjudul Judicial Institution
and Legal Culture menuliskan “Dimana
mitos-mitos kultural dan nilai-nilai menekankan cara-cara pengaturan serta
hubungan-hubungan sosial politik yang tidak bertolak dari wilayah hukum
yang otonom, maka sebagai konsekuensinya di situ pranata-pranata hukum akan kurang mampu mengembangkan kekuasaannya
yang independen (mandiri) seperti yang dimiliki di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Tampilannya
kekuasaan-kekuasaan birokrasi yang perkasa sekalipun, yang merupakan unsur
esensial bagi adanya sistem hukum yang kuat, tidak akan menciptakan suatu
tanggapan umum yang positif terhadap bekerjanya hukum, terutama apabila
misalnya nilai-nilai patri monial juga tetap bercokol kuat".
Dari pandangan Daniel
S. Lev, seorang yang banyak meneliti dunia praktik hukum (khususnya
dunia peradilan) di Indonesia, dapat kita ketahui bahwa di Indonesia terjadi
suatu "ketegangan" antara kultur hukum bangsa Indonesia dengan sistem hukum modern yang kini diterapkan.
2. Hukum dan
Ketertiban
Antara hukum di satu pihak
dengan ketertiban di pihak lain, tidak selamanya
cocok atau selaras. Kadang-kadang antara hukum dengan ketertiban terjadi
pertentangan, seperti apa yang pernah dituliskan oleh Jerome H. Skolnick dalam
bukunya Justice Without Trial bahwa hukum tidak hanya merupakan sarana
untuk mencari ketertiban, melainkan ia bisa merupakan lawan dari
ketertiban itu sendiri. Tentang ketertiban ini, Proudhon (dikutip dari Dennhis
Lloyd, 1974: 11) mengemukakan: “Kesempurnaan tertinggi dari suatu masyarakat
ditemukan dalam bersatunya ketertiban dan anarki.”
3. Hukum dan Politik
Kekuasaan politik memiliki
karakteristik tidak ingin dibatasi. Sebaliknya hukum memiliki karakteristik
untuk membatasi segala sesuatu melalui aturan-aturannya. Dalam hubungan antara
hukum dan kekuasaan politik, seyogyanya hukum membatasi kekuasaan
politik, agar tidak timbul penyalah gunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan,
sebaliknya kekuasaan politik menunjang terwujudnya fungsi hukum dengan "menyuntikkan" kekuasaan pada hukum, yaitu dalam wujud sanksi hukum tadi
dapat pula mengganjar aparat kekuasaan politik yang melanggar hukum. Harus
diingat, bahwa setelah hukum memperoleh kekuasaan dari kekuasaan politik tadi, hukum juga menyalurkan kekuasaan itu pada masyarakatnya.
4. Hukum dan Ekonomi
Hubungan antara sektor
ekonomi dan sektor hukum, tidak hanya berupa pengaturan hukum terhadap
aktivitas perekonomian, melainkan juga bagaimana pengaruh sektor ekonomi
terhadap hukum. Dalam hal ini, sekali lagi kita perlu memandang hukum sebagai
sesuatu yang tidak otonom sifatnya, yang mempunyai hubungan
pengaruh-mempengaruhi secara timbal-balik dengan sektor-sektor non hukum,
termasuk sektor ekonomi.
Jika kita hanya memandang bagaimana hukum mengatur sektor ekonomi, maka kita berada dalam bidang hukum ekonomi. Menurut Sumantoro (1986: 23) hukum ekonomi adalah seperangkat norma-norma yang mengatur hubungan kegiatan ekonomi, dan secara substansil sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang digunakan oleh negara yang bersangkutan (liberalistis, sosialistis atau campuran). Untuk Indonesia ruang lingkup, hukum ekonomi mendapatkan dasar dari pasal 33 UUD 1945.
Penerapan Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia
Hukum sebagai kenyataannya
hidup di dalam pergaulan hidup manusia tercermin dalam sikap tindak masyarakat
untuk mengatur hidup antara manusia dengan manusia yang lain dalam hubungan timbal balik sebagai gejala sosial.
Penerapan Ilmu Hukum sebagai
Ilmu Kenyataan di Indonesia dapat kita lihat di mana hukum tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia
untuk mengatur hubungan sosial dalam masyarakat dan Indonesia juga menganut
sistem negara hukum (Rechtstaat) dan juga terdapat Undang-undang yang
mengatur negara tersebut sehingga hukum hidup di dalam pergaulan di negara
Indonesia.
Referensi
Dirdjosisworo, Soedjono. 2010. Pengantar
Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Hadikusuma, Hilman. 1992. Pengantar Antropologi Hukum.
Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Rahardjo, Satjipto. 2012. Ilmu Hukum.
Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Soekantono, Soerjono. 2013. Pokok-pokok
Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Soeroso, R. 2013. Pengantar Ilmu
Hukum. Jakarta: SinarGrafika.
http://edelwais-hukum.blogspot.co.id/2010/06/hukum-sebagai-kenyataan-dalam.html