Hukum Acara Ekonomi Syariah

 

Ekonomi Syariah

Hukum Acara Ekonomi Syariah

Pendahuluan

Prinsip ekonomi syariah telah ada bersamaan dengan menyebarnya agama Islam. Meskipun di awal penyebaran agama Islam istilah ekonomi syariah belum terlalu dikenal. Tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana istilah ini pertama kali diperkenalkan. Tetapi penggunaan istilah ekonomi syariah baru populer di awal abad kedua puluh.

Prinsip ekonomi syariah mulai mengalami perkembangan yang signifikan pada tahun 1930. Pada mulanya Pakistan mendirikan bank lokal dengan prinsip tanpa bunga. Kemudian di Mesir didirikan Mit Ghamir Local Saving di Delta Sungai Nil yang merupakan lembaga pengelola keuangan yang tidak menerapkan sistem bunga. Keberhasilan sistem tanpa bunga mengilhami para petinggi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) hingga akhirnya mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang sampai saat ini memiliki lebih dari 43 kantor cabang di negara-negara anggotanya (Abdul Manan, 2012: 4).

Di penghujung abad kedua puluh, prinsip ekonomi syariah semakin merambah ke banyak negara. Terutama negara-negara yang di dalamnya terdapat banyak masyarakat muslim. Salah satunya adalah Indonesia. Bukti konkret dari adanya penerapan prinsip ekonomi syariah di Indonesia ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1991. Kemudian setelah itu diikuti oleh berdirinya lembaga-lembaga keuangan lainnya.

Ekonomi sebagai salah satu kegiatan transaksi antara manusia tidak jarang menimbulkan suatu konflik yang diakibatkan oleh perbedaan kepentingan. Begitu juga dengan ekonomi syariah. Oleh karena itu di Indonesia telah dibuat suatu aturan apabila terjadi sengketa ekonomi syariah yang biasa dikenal dengan istilah Hukum Ekonomi Syariah.

 

Pengertian Hukum Acara Ekonomi Syariah

Belum terdapat definisi khusus mengenai Hukum Acara Ekonomi Syariah. Hal itu dikarenakan yang dimaksud dengan Hukum Acara Ekonomi Syariah adalah Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama pada umumnya, yang membedakan adalah bahwa Hukum Acara Ekonomi Syariah khusus digunakan dalam perkara ekonomi syariah yang diajukan ke Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

Hukum Acara Perdata sendiri sebagaimana disebutkan oleh Abdul Manan merupakan hukum yang mengatur tentang tata cara mengajukan gugatan ke pengadilan, bagaimana pihak tergugat mempertahankan diri dari gugatan penggugat, bagaimana para hakim bertindak baik sebelum dan sedang pemeriksaan dilaksanakan, dan bagaimana cara hakim memutus perkara yang diajukan oleh penggugat tersebut, serta bagaimana cara melaksanakan putusan tersebut sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga hak dan kewajiban sebagaimana yang telah diatur dalam hukum perdata dapat berjalan sebagaimana mestinya (Abdul Manan, 2016: 2).

Pada mulanya, perkara ekonomi syariah dalam penyelesaiannya bukan saja merupakan kewenangan peradilan agama. Tidak ada dasar hukum yang mennetukan demikian. Sehingga perkara ekonomi syariah dapat diselesaikan di peradilan agama maupun di peradilan umum. Baru pada tahun 2006 sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, perkara ekonomi syariah ditetapkan sebagai perkara yang menjadi kewenangan peradilan agama. Ketentuan tersebut tepatnya terdapat dalam Pasal 49.

Meskipun tidak ada definisi khusus mengenai hukum acara ekonomi syariah, tetapi terdapat definisi khusus untuk ekonomi syariah. Banyak para ahli yang memberikan definisi mengenai ekonomi syariah meskipun istilah yang mereka gunakan bukan ekonomi syariah, melainkan ekonomi Islam. Beberapa definisi tersebut antara lain:

a.       Muhammad Abdul Mannan, yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajarai masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

b.      M. Umar Chapra, yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajara Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.

c.       Sayed Nawab Haider Naqvi, yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah representasi perilaku muslim dalam suatu masyarakat muslim tertentu (Abdul Manan, 2014: 6-8).

 

Sumber Hukum Acara Ekonomi Syariah

Sumber hukum acara ekonomi syariah di Indonesia sama dengan sumber hukum acara perdata pada umumnya, kecuali dalam hal-hal yang diatur secara khusus. Sumber-sumber tersebut adalah sebagai berikut.

a.       Herziene Inlandsch Reglement (H.I.R.)

b.      Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering (B.Rv)

c.       Rechtsreglement Voor de Buitengewesten (R.Bg)

d.      Burgerlijke Wetboek voor Indonesia (B.W.)

e.       Wetboek van Koophandle (W.v.K.)

f.        Peraturan Perundang-undangan, yang diantaranya:

1)      Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Acara Perdata dalam hal Banding bagi Pengadilan Tinggi di Jawa Madura.

2)      Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

3)      Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

4)      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

5)      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

6)      Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

g.      Peraturan Mahkamah Agung (Perma)

 

Asas-Asas Hukum Acara Peradilan Agama

1.      Asas Personalitas Keislaman

2.      Asas Kebebasan

3.      Wajib Mendamaikan

4.      Asas Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

5.      Asas Persidangan Terbuka untuk Umum

6.      Asas Legalitas

7.      Asas Aktif Memberi Bantuan Hukum

 

Hukum Acara yang Berlaku dalam Menyelesaikan Perkara Ekonomi Syariah

Adapun sumber hukum acara yang menjadi dasar hukum dalam menyelesaiakn perkara ekonomi syariah secara khusus adalah sebagai berikut.

1.      PERMA No. 2 Tahun 2008 Tentang Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah

2.      PERMA No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana

3.      PERMA No. 5 Tahun 2016 Tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah

4.      PERMA No. 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah.

 

Penutup

Tidak terdapat definisi khusus mengenai Hukum Acara Ekonomi Syariah. Definisinya sama saja dengan hukum acara yang berlaku secara umum baik di pengadilan dalam lingkungan peradilan umum maupun dalam lingkungan peradilan agama. Adapun yang menjadi pembedanya adalah bahwa hukum acara ekonomi syariah terbatas pada perkara ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2996 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Sumber Hukum Acara yang digunakan dalam menyelesaikan perkara ekonomi syariah sama dengan sumber hukum acara yang digunakan  di peradilan umum yang meliputi HIR, RBg,  WvK, BW, BRv, UU No. 20 Th 1947, UU No. 14 Th 1970, UU No. 7 Th 1989, UU No. 14 Th 1985. UU No. 2 Th 1986, UU No. 7 Th 1989. UU No. 3 Th 2006, Yurusprudensi, SEMA RI, dan doktrin.

Asas-asas yang berlaku di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama meliputi: Asas personalitas keislaman, kebebasan, wajib mendamaikan, sederhana, cepat, dan biaya ringan, persidangan terbuka untuk umum, legalitas, dan aktif memberikan bantuan hukum. Sedangkan hukum acara yang berlaku secara khusus untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah secara khusus diatur dalam: Perma Nomor 2 Tahun 2008, Nomor 2 Tahun 2015, Nomor 5 Tahun 2016, dan Nomor 14 Tahun 2016.

 

Referensi

Manan, Abdul. 2016. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cetakan ke-8. Jakarta: Prenadamedia Group.

Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, Cetakan ke-2. Jakarta: Prenadamedia Group.

Pradja, Juhaya S. 2012. Ekonomi Syariah, Cetakan ke-1. Bandung: Pustaka Setia.

Rosadi, Aden. 2015. Peradilan Agama di Indonesia Dinamika Pembentukan Hukum, Cetakan ke-1.  Bandung: Rosdakarya.

 

 

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post