Ilmu Waris: Hal-hal yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan
Seseorang yang meninggal, terlepas ia orang dengan status sosial menengah ke atas atau menengah ke bawah, umumnya meninggalkan sesuatu yang biasa disebut sebagai harta peninggalan. Terlepas dari besar kecilnya, banyak atau sedikitnya, harta peninggalan ini tidak jarang menjadi persoalan tersendiri khususnya bagi pihak keluarga dari orang yang meninggal. Bahkan, dalam sebagian kasus ditemukan keluarga yang tadinya hidup dalam keadaan rukun menjadi bermusuhan dikarenakan adanya pertikaian mengenai harta peninggalan.
Untuk mengatasi pertikaian yang disebabkan oleh
harta peninggalan, maka diaturlah ketentuan-ketentuan mengenai harta
peninggalan dalam Islam. Apabila berbicara tentang harta peninggalan, sangat
erat kaitannya dengan sebuah kajian ilmu kewarisan yang mana dalam hukum Islam
populer dengan istilah ilmu faraid. Ilmu faraid ini secara spesifik membahas
tentang aturan pembagian harta waris dan hal-hal yang berkaitan dengannya
seperti ahli waris, bagian warisan, sebab mendapatkan waris, dan lain-lain.
Perlu dicatat bahwa harta peninggalan yang dibagikan
dalam ilmu faraid adalah harta peninggalan yang telah menjadi harta waris. Sebagian
orang mungkin akan menyamakan antara harta peninggalan dengan harta waris.
Padahal dalam ilmu kewarisan, kedua hal tersebut berbeda meskipun sangat
berkaitan erat. Harta waris adalah harta dari harta peninggalan yang telah siap
dibagikan kepada ahli warisnya. Sedangkan harta peninggalan adalah harta yang
ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal yang belum dapat langsung dibagikan dikarenakan
adanya hal-hal lain yang terlebih dahulu mesti ditunaikan dari harta
peninggalan tersebut.
Setidaknya ada 5 hal yang mesti diperhatikan berkaitan dengan harta peninggalan agar harta peninggalan dapat menjadi harta waris dan siap dibagikan. Berikut penjelasan singkat mengenai kelima hal tersebut.
- Hak-hak yang berkaitan dengan harta peninggalan itu sendiri. Misalnya orang yang meninggal memiliki kewajiban zakat yang belum dibayarkan. Maka kewajiban zakat yang dibayarkan diambil dari harta peninggalan tersebut.
- Hal kedua yang perlu diperhatikan dari harta
peninggalan yaitu biaya pengurusan jenazah. Biaya tersebut juga diambil dari
harta peninggalan tersebut. Lantas bagaimana jika orang yang meninggal tidak
memiliki harta yang cukup untuk biaya pengurusan jenazahnya? Maka segala biaya
pengurusan jenazahnya berpindah kepada orang yang memiliki kewajiban menafkahi
orang yang meninggal semasa hidupnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi'i.
- Utang yang tidak ditanggung. Terhadap utang-utang
orang yang meninggal yang tidak ditanggung oleh orang lain, pelunasannya
diambil dari harta peninggalan.
- Wasiat dengan ukuran maksimal satu pertiga.
Sebelum harta peninggalan menjadi harta waris dan dibagikan, terlebih dahulu
harus dipenuhi wasiat dari orang yang meninggal terhadap harta tersebut. Wasiat
yang dimaksud di sini adalah pemberian sebagian harta peninggalan kepada yang
bukan ahli waris dengan jumlah tidak melebihi satu pertiga dari keseluruhan
harta peninggalan.
- Harta warisan. Setelah keempat hal di atas telah
terpenuhi apabila memang ada, maka harta peninggalan telah berubah menjadi harta
warisan dan siap dibagikan kepada ahli waris.
Demikian penjelasan singkat mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan harta peninggalan. Kesalahan yang bersifat esensial sangat
mungkin akan ditemukan dalam tulisan ini. Oleh karena, penulis selalu mengingatkan agar pembaca
dengan penuh kerelaan memberikan perbaikan pada kolom komentar yang tersedia.
Namun, perlu diingat juga bahwa kesalahan yang dimaksud mungkin bukan
benar-benar kesalahan, tetapi adalah sebuah corak keragaman dikarenakan
perbedaan pendapat dan rujukan yang digunakan oleh penulis dan pembaca.
Referensi: Hasyiyah Syarh Matn Ar-Rahbiyah li Muhammad bin Umar Al-Baqariy