Mengenal 30 Tanda-tanda Isim (Kata Benda dalam Bahasa Arab) [Bagian Keempat/Bagian Terakhir]

tanda-tanda isim


30 Tanda-tanda Isim

Bagian terakhir dari tanda-tanda isim yang tiga puluh adalah tanda-tanda yang berkaitan dengan fungsi atau kedudukan isim dalam suatu klausa atau kalimat, konsep gender, serta konsep definit dan indefinit. Terdapat delapan tanda yang termasuk dalam kategori ini yang penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut.

 

1.      Fail (كونه فاعلا)

Karakteristik berikutnya dari isim yakni dapat menempati fungsi fa’il atau subjek dalam kalimat. Karakteristik ini tidak dimiliki oleh huruf dan fi’il. Jika menemukan yang demikian kemungkinannya hanya ada dua, kesatu yang dimaksud adalah katanya secara lafaẓ dan yang kedua yang dimaksud adalah takwilnya. Misalnya dalam contoh kalimat يُعْجِبُنِيْ أَنْ يَنْصُرَ زَيْدٌ, kata أَنْ يَنْصُرَ yang merupakan fi’il memang menempati fungsi fa’il dalam kalimat tersebut, tetapi yang dimaksud bukan fi’ilnya sendiri melainkan takwilannya yaitu kata نَصْرُ yang tidak lain adalah masdar. Sedangkan masdar merupakan salah satu jenis isim. Contoh lain isim yang menempati posisi fa’il yaitu sebagai berikut.

قَرَأَ حِلْمَانُ كِتَابًا

(Hilman telah membaca sebuah buku)

Kata حِلْمَانُ merupakan isim yang menunjukkan kepada nama orang dan menempati posisi fa’il atau subjek.

2.      Maf’ul (كونه مفعولا)

Maf’ul sebenarnya tidak identik dengan istilah objek dalam bahasa Indonesia. Hal itu dikarenakan maf’ul dalam bahasa Arab terdapat banyak jenisnya dan yang sepadan dengan objek hanya merupakan salah satu diantaranya. Terdapat maf’ul bih, maf’ul min ajlih, maf’ul ma’ah, maf’ul dūna, dan lain-lain. Untuk menjelaskan semuanya jenis maf’ul tersebut sepertinya memerlukan pembahasan tersendiri yang tidak akan penulis muat terlebih dahulu dikarenakan akan membuat tulisan sangat panjang dan tidak terlalu nyaman dibaca untuk sebuah laman blog. Tetapi satu hal yang mesti dipahami adalah bahwa semua jenis maf’ul tersebut kedudukannya ditempati oleh isim, bukan dengan fi’il ataupun huruf. Jikalau memang ada ditemukan maf’ul yang bukan terbuat dari isim, maka seperti disebutkan sebelumnya dalam penjelasan fa’il bahwa yang dimaksud bisa jadi katanya secara lafaẓ atau takwilannya. Berikut merupakan contoh isim yang sedang menempati posisi maf’ul bih (objek).

أَكَلَتِ الْمَرْأَةُ الْخُبْزَ

(Perempuan itu telah memakan sebuah roti)

3.      Mukhbaran anhu (كونه مخبرا عنه)

Khabar merupakan kata yang mesti ada untuk melengkapi mubtada selain isim sifat. Khabar memiliki fungsi untuk menyempurnakan makna mubtada sehingga mesti selalu ada agar terbentuk suatu jumlah mufidah (klausa yang dapat difahami sesuai tujuannya). Namun bilamana tidak ditemukan khabarnya, berarti khabarnya sengaja tidak disebutkan untuk sebuah alasan-alasan tertentu. Alasan-alasan tersebut cukup banyak yang diantaranya adalah ketika khabar sudah diketahui oleh penutur dan mitra tutur. Keadaan seperti ini salah satunya dapat ditemukan pada jawaban dari sebuah pertanyaan. Khabar tidak lagi disebutkan dalam jawaban karena sudah disebutkan dalam pertanyaan. Misalnya dalam kata زَيْدٌ yang merupakan jawaban dari pertanyaan مَنْ عِنْدَكَ؟. Kata عِنْدَكَ yang merupakan khabar dan akan berubah dalam jawaban menjadi عِنْدِيْ tidak perlu lagi disebutkan dalam jawaban karena sudah diketahui. Ketentuan tidak disebutkan dalam kondisi seperti ini bersifat kebolehan. Contoh isim yang menduduki posisi khabar yaitu seperti berikut ini.

الشَّوْقُ مُؤْلِمٌ

(Rindu itu menyakitkan)

4.      Man’ūt (كونه منعوتا)

Man’ūt merupakan isim yang disifati oleh kata sifat atau adjektiva. Man’ūt mesti merupakan isim dan bukan merupakan fi’il atau huruf. Baik isim maupun fi’il memang dapat ditambahkan keterangan berupa penyifatan, tetapi berdasarkan aturan kesesuaian dan persetujuan dalam bahasa Arab, isim disifati dengan isim lagi yang menempati posisi adjektiva atau na’at, sedangkan fi’il disifati oleh isim yang bukan menempati posisi adjektiva, tetapi yang menempati posisi maf’ul muṭlaq atau semisalnya sebagai adverbia. Berikut merupakan contoh isim yang menempati posisi man’ūt.

أَتَانِيْ خَبَرٌ مُبَشِّرٌ

(Kabar yang menggembirakan telah datang kepadaku)

5.      Mużakkar (كونه مذكرا)

Konsep gender tidak dikenal dalam kata lain selain kata benda atau isim. Adanya tanda gender dalam fi’il sendiri disebabkan karena fi’il tersebut mengikuti fa’ilnya yang merupakan isim dan bukan berarti fi’ilnya menerapkan konsep gender. Ketentuan tersebut merupakan bagian dari verb agreement dalam bahasa Arab. berikut merupakan contoh isim yang menunjukkan kepada gender maskulin atau mużakkar.

مُسْلِمٌ

(Orang Islam (laki-laki))

مُؤْمِنٌ

(orang yang beriman (laki-laki))

طَالِبٌ

(Siswa)

6.      Muannaṡ (كونه مؤنثا)

Kebalikan dari gender maskulin yaitu gender feminin (muannaṡ). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa isim mengenal konsep gender sehingga baik gender maskulin atau gender maskulin dikenal dalam isim. Untuk menentukan isim mana yang menunjukkan maskulin atau feminin ada yang dapat dilihat dari tanda yang nampak. Jika tidak terdapat tanda yang membedakan, maka harus melihat kebiasaan yang digunakan dalam bahasa Arab atau melihat kamus yang menyajikan keterangan gender dalam daftar katanya. Berikut contoh isim yang menunjukkan pada gender feminin.

مُسْلِمَةٌ

(Orang Islam (perempuan))

مُؤْمِنَةٌ

(orang yang beriman (perempuan))

طَالِبَةٌ

(Siswi)

7.      Mu’arraf (كونه معرفا)

Dalam liguistik umum, konsep mu’arraf dikenal dengan istilah definit. Isim yang ma’rifat atau kata benda definit merupakan kata benda yang menunjukkan kepada sesuatu yang secara khusus, baik jumlahnya tunggal, dual, atau plural. Hal yang ditunjukkan secara khusus oleh isim ma’rifat tersebut adalah yang menjadi referennya. Berikut merupakan contoh isim ma’rifat.

النَّاجِحُوْنَ

(Orang-orang yang berhasil)

8.      Munakkar (كونه منكرا)

Sama seperti sebelumnya, kebalikan dari konsep mu’arraf adalah konsep munakkar atau yang dalam istilah linguistik umum dikenal dengan istilah indefinit. Jika mu’arraf menunjukkan kepada referen yang tentu, maka munakkar menunjukkan kepada referen yang tidak tentu dan bersifat umum. Oleh karena umum sehingga jumlah referennya, jenisnya dan lain sebagainya tidak memiliki limitasi atau batasan tertentu. Isim yang menunjukkan kepada konsep munakkar disebut dengan isim nakirah. Contoh dari isim nakirah yaitu sebagai berikut.

نُوْرٌ

(Cahaya)

Memang sebenarnya sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa tanda-tanda isim jika dirinci lebih detail lagi masih ada banyak. Tetapi penulis rasa ketiga puluh tanda ini cukup mewakili untuk sebagian lagi tanda-tanda isim yang belum disebutkan. Jika ingin mengetahui lebih banyak lagi tanda-tanda isim yang belum disebutkan, dapat dicari pada kitab-kitab klasik yang membahas tentang hal tersebut. Semoga bermanfaat.

 

 

 

Referensi:

Muhammad Ma’shum bin Salim As-Samaraniy, Tasywiqul Khalan.

Jalaluddin Abdul Rahman bin Abu Bakr As-Suyuti, Al-Asybahu wa An-Nadhairu.

Muhammad bin Abdullah bin Malik, Syarh ibn Malik ‘ala Alfiyah.

Tajudin Nur, Sintaksis Bahasa Arab.

 

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post