Mengenal 30 Tanda-tanda Isim (Kata Benda dalam Bahasa Arab) [Bagian Ketiga]

tanda-tanda isim

30 Tanda Isim

Kelompok selanjutnya atau kelompok ketiga dari tanda-tanda kata benda dalam bahasa Arab adalah kelompok tanda yang terdapat atau terjadi pada keseluruhan suatu kata benda. Tanda ini berkenaan dengan perubahan bentuk yang hanya dapat terjadi pada isim dan tidak dapat ditemukan dalam kata lainnya. Terdapat 5 (lima) bentuk perubahan yang dapat terjadi pada isim yang penjelasannya adalah sebagai berikut.

 

1.      Taksīr (التكسير)

Taksīr merupakan bentuk perubahan yang terjadi pada suatu isim dari bentuk yang menunjukkan tunggal menjadi bentuk yang menunjukkan banyak (plural) bukan dengan penambahan huruf di akhir seperti yang terjadi pada jama’ sahih. Taksīr secara selintas dapat terlihat sebagai bentuk perubahan isim yang tidak beraturan, tetapi sebenarnya bentuk perubahannya cukup terpola. Hanya saja bentuk polanya cukup banyak dan kompleks sehingga memerlukan pembahasan tersendiri. Dalam bahasa Indonesia, penunjukkan kata benda banyak dilakukan secara terpola dengan cara reduplikasi atau dengan penyandaran pada kata lain yang menunjukkan banyak, sehingga tidak ditemukan pola yang seperti pola taksīr ini. Lain halnya dengan bahasa Inggris yang sama-sama mengenal pola seperti pola taksīr dalam contoh kata seperti man menjadi men atau child mejadi children. Karena mengalami perubahan secara taksīr (tak beraturan/irreguler), maka isim yang mengalaminya disebut dengan istilah jama’ taksīr. Berikut merupakan contoh perubahan dari pola tunggal ke dalam pola taksīr dalam bahasa Arab.

تِلْمِيْذٌ – تَلَامِيْذُ

مَسْجِدٌ - مَسَاجِدُ


2.      Taṣgīr (التصغير)

Taṣgīr merupakan pemberian sifat yang bermakna kecil atau rendah kepada suatu isim tidak dengan penambahan kata lain seperti yang terjadi pada na’at, tetapi dengan perubahan pola. Terdapat tiga pola yang digunakan dalam taṣgīr, yaitu pola fu’ailun  (فُعَيْلٌ) untuk isim yang huruf asalnya tiga, serta pola fu’ai’ilun (فُعَيْعِلٌ) dan fu’ai’īlun (فُعَيْعِيْلٌ) untuk isim yang huruf asalnya lebih dari tiga. Contohnya adalah seperti berikut ini.

فَلْسٌ - فُلَيْسٌ

دِرْهَمٌ - دُرَيْهِمٌ


3.      Iḍmār (الإضمار)

Posisi sebuah kata benda utama (isim ẓahir), dapat digantikan dengan menggunakan kata ganti orang dan bukan orang (isim ḍamir) yang dikenal dalam ilmu kebahasaan dengan pronomina. Kemampuan penggantian dalam kata benda ini yang dalam bahasa Arab dikenal dengan iḍmār. Dalam bahasa Indonesia, iḍmār terjadi seperti dalam kata Budi yang diubah menjadi dia, kamu, atau aku. Sedangkan dalam bahasa Inggris iḍmār terjadi seperti dalam kata John yang diubah menjadi he, you, atau I. Selain dari isim, tidak ada kata lain yang memiliki kemampuan iḍmār. Jika ditemukan, hal tersebut terjadi karena yang menjadi referen atau marji’ ‘alaih dari isim ḍamir tersebut adalah maknanya secara implisit, bukan katanya secara eksplisit. Mengenai pembahasan kata ganti dalam bahasa Arab ini, karena cukup kompleks, jika ada kesempatan, akan penulis coba bahas dalam tulisan-tulisan yang lain. Adapun contoh iḍmār yang terjadi pada isim adalah sebagai berikut.

اسْتَأْذَنَ أَحْمَدُ أُمَّ أَحْمَدَ > اسْتَأْذَنَ أَحْمَدُ أُمَّهُ

رَجَعَتْ فَاطِمَةُ إِلَى بَيْتِ فَاطِمَةَ > رَجَعَتْ فَاطِمَةُ إِلَى بَيْتِهَا


4.      Ibhām (الإبهام)

Serupa dengan iḍmār, hanya saja pengganti dari ibhām adalah isim-isim mubham (samar) seperti isim isyarah (kata tunjuk). Jika isim ḍamir memerlukan adanya referen berupa marji’ ‘alaih, isim isyarah memerlukan referen berupa musyār ilaih. Dalam bahasa Indonesia, kata tunjuk terdapat pada contoh ‘Itu rumah saya’, sedangkan dalam bahasa Inggris terdapat pada contoh ‘That is the window’. Berikut ini merupakan contoh ibhām dalam bahasa Arab.

هٰذَا كِتَابٌ

ذَالِكَ قَلَمٌ


5.      Nuqṣān (النقصان)

Nuqṣān adalah kondisi di mana sebuah isim tidak dapat diidentifikasi maknanya dikarenakan tidak adanya penjelas yang ekuivalen dengannya. Kondisi ini terjadi seperti dalam isim mauṣūl. Isim mauṣūl tidak dapat diketahui maknanya jika tidak disertai oleh ṣilahnya. Ṣilah sendiri secara sederhana adalah klausa atau kata tertentu yang mesti ada setelah isim mauṣūl yang mengandung pronomina ekuivalen yang merujuk pada isim mauṣūl itu sendiri. Konsep mauṣūl merupakan salah satu keunikan yang terdapat dalam bahasa Arab yang tidak ditemukan dalam bahasa lain hingga saat ini dalam batas pengetahuan penulis. Meskipun memang apabila ditelisik dari segi makna, posisi mauṣūl ini setara dengan kata sifat atau adjektifa yang terletak setelah kata benda lain. Adapun contohnya adalah sebagai berikut.

جَاءَ رَجُلٌ الَّذِيْ مَاتَ أَبُوْهُ

أَسْعَدُ النَّاسِ مَنْ أَسْعَدَ النَّاسَ

 



Referensi:

Muhammad Ma’shum bin Salim As-Samaraniy, Tasywiqul Khalan.

Jalaluddin Abdul Rahman bin Abu Bakr As-Suyuti, Al-Asybahu wa An-Nadhairu.

Muhammad bin Abdullah bin Malik, Syarh ibn Malik ‘ala Alfiyah.

Tajudin Nur, Sintaksis Bahasa Arab.

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post