Illustration: vecteezy.com |
Kewajiban Orang Hidup Kepada Orang Mati
Kewajiban ini merupakan kewajiban komunal (fardu
kifayah) bagi setiap orang yang mengetahui kematian jenazah, menduganya,
atau tidak mengetahui dan tidak menduganya, tetapi diwajibkan hanya kepadanya
karena berada di dekat jenazah. Apabila kerabat tidak ada yang berusaha mencari
jenazah, maka dikategorikan sebagai perbuatan gegabah. Karena merupakan
kewajiban orang yang masih hidup, berarti menjadi hak bagi jenazah, tetapi
jenazahnya dikhususkan merupakan jenazah yang beragama Islam. Meskipun jenazah
tersebut mati tenggelam, masih anak-anak, fasik, dan atau mati dalam keadaan
berhadas besar selagi bukan mati ketika sedang berihram, mati syahid di tempat
perang melawan orang-orang kafir, atau bayi yang mati karena keguguran yang
perinciannya memiliki pembahasan tersendiri. Adapun kewajiban tersebut, ada 4:
1.
Memandikan
Kewajiban memandikan jenazah tidak bersifat
mutlak, tetapi dapat diganti dengan tayamum. Seperti apabila jenazahnya mati
terbakar dan akan rusak tubuhnya apabila dimandikan. Atau seperti apabila tidak
ditemukan orang lain untuk memandikan selain daripada yang bukan mahram baik
untuk jenazah laki-laki atau perempuan, maka jenazah ditayamumi dengan
menggunakan penghalang. Untuk jenazah anak kecil yang belum menimbulkan syahwat
atau khuntsā yang telah dewasa, dapat dimandikan oleh laki-laki maupun Perempuan.
2.
Mengafani
Mengafani dilakukan setelah selesai memandikan
atau penggantinya (tayamum).
3.
Menyalatkan
Menyalatkan jenazah wajib setelah jenazah
dimandikan dan sunah setelah jenazah dikafani sebagaimana keterangan yang
dinukil dari Nabi Muhammad Saw. Apabila jenazah disalatkan sebelum dikafani,
maka hukumnya makruh karena menunjukkan penghinaan kepada jenazah. Tetapi
apabila terdapat halangan, seperti apabila jenazahnya jatuh ke dalam jurang dan
sukar untuk dikeluarkan dan dibersihkan, maka tidak perlu disalatkan.
4.
Menguburkan
Jenazah wajib dikuburkan di sebuah kuburan.
Penjelasan
Batas minimal memandikan jenazah adalah membasahi semua
badannya dengan air sekali. Karena hal itu merupakan kewajiban bagi orang yang
hidup dan orang yang mati lebih utama terhadap hal itu. Tidak disyaratkan
menghilangkan najis terlebih dahulu dari jenazah itu pun apabila najis hilang
dengan sekali disirami air. Apabila tidak, maka wajib menghilangkannya terlebih
dahulu. Sunah memandikan jenazah dengan bilangan ganjil lebih dari satu apabila
tidak dapat dibersihkan dengan sekali siram.
Memandikan jenazah haruslah hasil perbuatan dari manusia
meskipun orang kafir atau anak yang belum mukalaf. Sehingga tidak cukup apabila
jenazah tidak dimandikan hanya karena basah akibat tenggelam, atau dimandikan
oleh malaikat, tetapi perbuatan jin mencukupkan. Apabila jenazah memandikan
dirinya sendiri sebagai Karomah, hal itu juga mencukupkan sebagaimana hal yang
terjadi pada Sayyid Ahmad Al-Badawy. Atau apabila dimandikan oleh jenazah yang
lain sebagai Karomah, hal itu pun mencukupkan.
Tidak dimakruhkan bagi seumpama orang yang berhadas besar
memandikan jenazah dan tidak diwajibkan niat memandikan jenazah, berbeda dengan
niat wudu yang diwajibkan. Karena maksud dari memandikan jenazah adalah
membersihkan sehingga tidak memerlukan adanya niat, tetapi disunahkan agar
keluar dari ikhtilaf. Adapun contoh niat dari memandikan jenazah sebagai
berikut.
نَوَيْتُ الغُسلَ أَدَاءً عَن هذَا المَيِّتِ أَو اسْتِبَاحَةِ
الصَّلَاةِ عَلَيْهِ
Adapun yang paling sempurna dalam memandikan jenazah
adalah dengan mencuci kubul dan duburnya dengan potongan kain yang dilipat di
sebelah kiri jenazah. Lalu menghilangkan kotoran dari lubang hidungnya dan mewuduinya
sebelum dimandikan dengan basuhan tiga kali-tiga kali disertai berkumur-kumur
dan istinsyaq. Ketika sedang berkumur dan istinsyaq, kepala
jenazah dicondongkan agar air sampai ke bagian dalam. Kemudian badan jenazah
digosok dengan menggunakan sejenis bidara atau yang serupa dengannya. Dan yang
terakhir adalah menyiramkan air sebanyak tiga kali kepada jenazah. Disunahkan
untuk siraman yang pertama dengan menggunakan seumpama bidara, siraman kedua
siraman yang menghilangkan bekas siraman yang pertama dan siraman ketiga dengan
menggunakan air bersih yang dicampuri sedikit dengan kapur barus yang tidak
mengubah air. Ketiga siraman ini dihitung satu siraman, sehingga jumlah
keseluruhan yang paling sempurna adalah sembilan kali siraman yang merupakan
hasil kali dari tiga dikali tiga.
Dikutip dari Syarh Kasyifatussyaja